Jusuf Hamka, Sopir Traktor yang Berhasil Menjadi Raja Jalan Tol
Pengusaha jalan tol Jusuf Hamka menagih janji pemerintah untuk melunasi utang sebesar Rp800 miliar. Utang itu berasal dari deposito yang dimilikinya di Bank Yakin Makmur (Bank Yama) yang tak dibayarkan oleh pemerintah saat krisis keuangan melanda Indonesia pada 1998.
Dalam wawancara di berbagai media, ia menceritakan deposito yang dititipkan ke Bank Yama saat itu sebesar Rp70-80 miliar. Ketika terjadi krisis keuangan, pemerintah menggelontorkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk membantu perbankan yang mengalami kesulitan likuiditas.
Sebagai dana talangan, bantuan itu digunakan oleh perbankan salah satunya untuk membantu pembayaran kepada para penyimpan deposito. Namun, Jusuf Hamka tidak mendapatkan pembayaran deposito tersebut karena perusahaannya, PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk, dianggap terafiliasi dengan pemilik Bank Yama.
Adapun pemilik Bank Yama adalah Siti Hardijanti Rukmana alias Tutut Soeharto, anak Presiden Soeharto. Sementara, menurut Jusuf Hamka, CMNP yang saat itu telah melantai di Bursa Efek Indonesia tak ada kaitannya dengan CMNP.
Tak Suka Pendidikan Formal Meskipun Berasal dari Keluarga Pengajar
Jusuf Hamka yang memiliki nama asli Jauw A Loen atau kerap disapa Babah Alun, memiliki orang tua yang berprofesi sebagai pengajar. Ayahnya bernama Joseph Suhaimi (Jauw To Tjiang) merupakan seorang dosen di Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta. Ibunya yang bernama Suwanti Suhaimi (Siaw Po Swan) berprofesi sebagai seorang guru.
Sewaktu masih duduk di bangku sekolah, pria kelahiran 5 Desember 1957 itu kerap berdagang usai pulang sekolah. Meskipun memiliki orang tua yang berprofesi sebagai dosen dan guru, ia justru merasa nyaman menggeluti aktivitas berdagang tersebut.
Ia kerap menjajakan aneka rupa makanan ringan, mulai dari kacang-kacangan yang dibungkus plastik, hingga es mambo. Ia menjajakannya di sekitar Pasar Baru dan Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat.
Usai menamatkan sekolah, ia melanjutkan pendidikan si sejumlah perguruan tinggi. Namun, ia tak menyelesaikannya karena tak suka dengan formalitas pendidikan di perguruan tinggi.
Jusuf Hamka tercatat pernah berkuliah di Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 tempat ayahnya mengajar. Ia juga pernah berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jayabaya, hingga Bisnis Administrasi di Columbia College, Vancouver, Kanada.
Dari Krekot ke Samarinda, dari Sopir Traktor jadi Pengusaha
Jusuf Hamka yang kelahiran Krekot Bunder, Pasar Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat, bermigrasi ke Kalimantan Timur ketika masih muda. Di sana, ia bekerja sebagai supir traktor untuk pembuatan jalan sebuah pabrik plywood di Desa Bukuan, Kecamatan Palaran, Samarinda, Kalimantan Timur.
Ketika itu upah yang ia terima sebesar Rp750 ribu per bulan. Ia menekuni profesi itu selama tiga tahun, dari 1986-1989.
Dari perusahaan plywood itu, ia kemudian belajar hingga akhirnya mampu mengelola pabrik plywood besar di Kalimantan Timur bernama PT Daya Besar Agung. Namun, pabrik kayu lapis itu tak berjalan lama.
Perusahaan itu terpaksa tutup dan Jusuf terpaksa merumahkan ribuan karyawan. Saat itu, ia tak membayar dana reboisasi sehingga dianggap sebagai pengusaha hitam oleh pemerintah.
Namun, Jusuf Hamka mengklaim pembangkangan tersebut merupakan bentuk perlawanan karena dana reboisasi yang disetor pengusaha kehutanan kerap jadi bancakan korupsi pejabat sekelas menteri.
Setelah perusahaan kayu lapisnya tutup, Jusuf kembali bekerja 'serabutan'. Ia menjadi calo tanah, broker rumah, perkantoran dan menjadi perantara jual beli mobil.
Meski begitu, kedekatannya dengan beberapa konglomerat membuatnya cepat melambung hingga akhirnya mampu mengelola CMNP yang pada 1998 disebut terafiliasi dengan Tutut Soeharto sehingga depositonya di Bank Yama tak dibayarkan.
Pada 2002, Anthoni Salim, taipan pemilik PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) menempatkan Jusuf Hamka sebagai komisaris independen dalam perusahaan tersebut.
Hingga saat ini, ia dikenal sebagai 'Raja Jalan Tol' karena sebagian besar usahanya bergerak di bidang jalan tol melalui PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP). Tercatat ada tujuh jalan tol, yang saat ini sudah beroperasi dan sedang dibangun, sebagai milik CMNP.
Mengutip IDX Channel, nilai beberapa proyek jalan tol yang dikerjakan oleh CMNP adalah sebesar Rp25 triliun. Proyek tol yang dikerjakan antara lain Harbour Road 2 di Jakarta senilai Rp16 triliun dan NS LINK di Bandung senilai Rp9 triliun.
Adapun tujuh jalan tol yang dibangun oleh CMNP adalah:
1.Ruas Tol Ir. Wiyoto Wiyono Cawang – Tanjung Priok
2. Tol Pelabuhan atau Tol Ancol
3. Tol Depok Antasari
4. Tol Soreang – Pasir Koja
5. Ruas Tol Bogor Outer Ring Road
6. Tol Waru – Juanda
7. Tol Cileunyi – Sumedang – Dawuan