Profil Romo Magnis, yang Sebut Presiden Mirip Mafia di Sidang MK

Safrezi Fitra
3 April 2024, 15:51
Franz Magnis-Suseno, frans magnis suseno, romo magnis, profil romo magnis, presiden mirip mafia, presiden seperti mafia, presiden seperti karyawan yang mencuri di toko
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.
Profesor Filsafat STF Driyarkara Franz Magnis-Suseno menjadi saksi ahli saat sidang lanjutan sengketa hasil pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (2/4/2024).

Setelah beberapa tahun di Indonesia, ia diangkat menjadi pastur. Setelah itu, ia mendapatkan tugas belajar di Jerman sampai ia memperoleh gelar doktor bidang filsafat. Ia menyusun sebuah disertasi tentang Karl Max saat penempuhan studi tersebut.

Pada 1973, Romo Magnis mengambil doktoral filsafat dari Universitas München dan sejak 1969 menjadi dosen tetap dan guru besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di Jakarta. Kecintaannya kepada Indonesia membawa Romo Magnis mengganti kewarganegaraannya. Pada tahun 1977, ia menjadi warganegara Indonesia dan menambahkan nama Suseno di belakang namanya.

Romo Magnis juga banyak menulis buku dan artikel tentang Jawa, salah satu buku berjudul 'Etika Jawa'. DIa menulis buku ini setelah selesai menjalankan tahun sabbat di Paroki Sukoharjo, Jawa Tengah. Bukunya yang lain yang menjadi acuan dan referensi bagi mahasiswa ilmu politik dan filsafat di Indonesia adalah 'Etika Politik'.

Romo Magnis dikenal sebagai orang yang ramah dan bersahabat dengan semua orang tanpa membeda-bedakan golongan, seperti filsafat Jawa yang dia pelajari untuk bersikap baik kepada siapa pun. Dia bisa menerima perspektif baru tentang Islam dari interaksi positifnya dengan Gus Dur dan Cak Nur yang dikaguminya. 

Profil Frans Magnis Suseno juga merupakan cendekiawan cerdas yang mendapatkan gelar doktor kehormatan bidang teologi dari Universitas Luzern Swiss.

Mendapat Bintang Mahaputra dari Jokowi

Meski menyatakan kritik keras dalam sidang MK, Franz Magnis Suseno sebenarnya pernah mendapatkan Bintang Mahaputra Utama dari Presiden Joko Widodo pada 2015. Dia mendapatkan penghargaan tersebut atas kerja dan pemikirannya selama ini dalam bidang pluralisme dan kemanusiaan di Indonesia.

Franz merasa sangat dihormati ketika mengetahui akan diberi penghargaan oleh Presiden. Padahal, ia menyadari seringkali mengkritik pemerintah melalui tulisan-tulisannya di media massa.

Sebelumnya, dia mengaku pernah menolak diberikan Bakrie Award. Alasannya, penghargaan itu dibiayai oleh perusahaan Grup Bakrie yang dalam pandangannya saat itu tidak memenuhi kewajiban terhadap korban di lumpur di Sidoarjo.

Saat mendapatkan penghargaan tersebut, Romo Magnis mengatakan dirinya akan tetap kritis terhadap pemerintah. Menurutnya kritis pada lingkungan sosial dan kebijakan pemerintah merupakan bentuk kepedulian pada bangsa dan negara Indonesia.

Halaman:
Editor: Safrezi
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...