Kilas Balik Krisis Moneter 1997, Salah Satu Periode Kelam Indonesia

Image title
1 Februari 2024, 17:07
Ilustrasi, krisis moneter.
Freepik
Ilustrasi, krisis moneter.
Button AI Summarize

Salah satu periode terburuk dalam sejarah perekonomian Indonesia adalah krisis moneter 1997-1998. Sedemikian parah kondisi yang terjadi saat itu, hingga krisis ini akhirnya turut andil dalam kejatuhan pemerintahan Orde Baru, yang ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998.

Krisis ekonomi ini menjadi sorotan intensifikasi kerentanan ekonomi nasional, yang mengakibatkan dampak mendalam. Mulai dari depresiasi mata uang, hingga resesi ekonomi.

Melalui keterlibatan global dan tuntutan perubahan domestik, krisis moneter Indonesia 1997-1998 tidak hanya menciptakan tantangan ekonomi, tetapi juga menjadi katalisator bagi perubahan politik dan sosial di Indonesia.

Penyebab dan Tanda-tanda Krisis Moneter 1997-1998

Krisis Moneter
Krisis Moneter (Freepik)

Krisis moneter 1997-1998 sebenarnya bukan diawali dari Indonesia. Krisis ini bermula di Thailand pada Juli 1997 ketika mata uangnya, baht, kolaps karena serangan spekulatif dan kurangnya cadangan devisa.

Krisis ini dengan cepat menyebar ke negara-negara Asia lainnya, seperti Indonesia, Malaysia, Korea Selatan, dan Filipina. Beberapa negara yang terserang krisis, termasuk Indonesia, merupakan negara yang sebelumnya mendapat pujian dari dunia internasional terkait dengan perkembangan perekonomiannya yang pesat.

Tanda-tanda awal krisis moneter di Indonesia sebenarnya telah muncul sejak pertengahan 1995 hingga akhir 1996, beberapa waktu sebelum krisis benar-benar meletus pada 1997. Beberapa tanda dan masalah struktural yang dapat diketahui sejak 1995, antara lain:

1. Defisit Transaksi Berjalan

Sejak pertengahan dekade 1990-an, Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan yang signifikan. Ini menunjukkan negara lebih banyak mengimpor dibandingkan ekspornya.

Pada 1994, defisit transaksi berjalan Indonesia tercatat sekitar US$ 3,2 miliar. Besarannya terus meningkat menjadi US$ 7,2 miliar pada 1995 dan US$ 9,6 miliar pada 1996.

Perlu diingat, bahwa defisit transaksi berjalan yang tinggi dapat menciptakan ketergantungan pada modal asing untuk membiayai kebutuhan ekonomi. Ketika sentimen investor berubah, negara dengan defisit transaksi berjalan yang besar menjadi lebih rentan terhadap krisis keuangan dan pelemahan mata uang.

Defisit transaksi berjalan yang tinggi menjadi salah satu indikator dari ketidakseimbangan ekonomi yang kemudian turut berkontribusi pada krisis moneter

2. Pertumbuhan Kredit yang Cepat

Selama pertengahan hingga akhir 1990-an, terjadi pertumbuhan kredit yang cepat di sektor perbankan. Peningkatan utang ini, terutama yang didominasi dalam mata uang asing, menjadi salah satu faktor yang memberikan tekanan pada ekonomi saat krisis meletus.

Krisis Moneter
Krisis Moneter (Freepik)

3. Ketergantungan pada Modal Asing

Indonesia, bersama dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, menjadi sangat tergantung pada modal asing untuk mendanai proyek-proyek pembangunan dan membiayai defisitnya. Ketergantungan ini membuatnya rentan terhadap perubahan sentimen investor global.

4. Korupsi dan Ketidaktransparan

Masalah korupsi dan ketidaktransparan di sektor keuangan dan pemerintah menjadi masalah struktural yang telah dikenali oleh banyak pengamat. Hal ini menciptakan ketidakpastian dan mengurangi kepercayaan investor.

5. Overheating Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat, terutama di sektor properti dan keuangan, menciptakan kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya gelembung ekonomi dan ketidakseimbangan makroekonomi.

Meskipun tanda-tanda ini dapat terlihat sejak pertengahan hingga akhir 1990-an, optimisme terhadap "Keajaiban Ekonomi Asia" dan keyakinan pada keberlanjutan pertumbuhan ekonomi membuat banyak pihak mengabaikan atau menguranginya.

Dalam beberapa kasus, krisis dipicu oleh kejadian yang mungkin dianggap sebagai pencetus yang relatif kecil, seperti krisis keuangan di Thailand pada 1997, yang menjadi titik awal untuk penyebaran krisis ke seluruh kawasan.

Akibatnya, sejumlah besar modal asing ditarik keluar dari negara-negara Asia, termasuk Indonesia, yang memperparah ketidakstabilan ekonomi dan keuangan.

Dampak Krisis Moneter 1997-1998

Krisis Moneter
Krisis Moneter (Freepik)

Krisis moneter 1997-1998 yang melanda Indonesia menimbulkan dampak yang sangat signifikan terhadap perekonomian. Berikut ini beberapa dampak yang dirasakan akibat krisis moneter.

1. Depresiasi Rupiah

Krisis yang dimulai dengan devaluasi tajam mata uang baht Thailand pada Juli 1997, memicu kepanikn pasar keuangan regional. Investor asing mulai menarik modal mereka dari negara-negara Asia, termasuk Indonesia. Rupiah mengalami tekanan berat dan mulai melemah terhadap dollar AS.

Puncak depresiasi terjadi pada November 1997 hingga Januari 1998, dimana rupiah melemah secara signifikan, mencapai tingkat yang sangat rendah terhadap dollar AS. Hal ini menyebabkan beban tambahan pada perusahaan dan pemerintah yang memiliki utang dalam mata uang asing.

Pada Januari 1998, kurs rupiah merosot hingga 185%, dari Rp 5.400/US$ pada akhir 1997 hingga menyentuh Rp 15.400/US$ pada 23 Januari 1998. Setelahnya rupiah mampu memangkas pelemahan, tetapi mulai pertengahan tahun kembali merosot hingga menyentuh rekor terlemah sepanjang sejarah, yakni di level Rp 16.800/US$ pada 17 Juni 1998.

Depresiasi rupiah memiliki dampak besar terutama pada perusahaan yang memiliki utang dalam mata uang asing, meningkatkan beban utang mereka. Selain itu, impor menjadi lebih mahal, yang berkontribusi pada kenaikan harga barang dan inflasi.

2. Inflasi Meningkat

Selama krisis moneter Indonesia 1997-1998, inflasi mencapai tingkat yang sangat tinggi. Krisis ekonomi yang mencuat pada periode ini, menyebabkan devaluasi tajam mata uang rupiah, kenaikan harga barang-barang impor, serta peningkatan biaya produksi dalam negeri. Semua faktor ini, berkontribusi pada lonjakan inflasi yang signifikan.

Pada 1997, tingkat inflasi di Indonesia masih relatif terkendali, tetapi ketika krisis moneter mencapai puncaknya pada 1998, inflasi meledak secara dramatis. Bulan-bulan tertentu pada 1998 mencatat tingkat inflasi bulanan yang mencapai dua digit, dan pada beberapa bulan bahkan lebih dari 70%.

3. Resesi Ekonomi

Selama krisis moneter 1997-1998, terjadi penurunan signifikan pada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, yang merupakan ukuran total nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam satu periode waktu tertentu.

Krisis moneter memicu resesi ekonomi dan penurunan aktivitas ekonomi secara keseluruhan, sehingga PDB Indonesia mengalami kontraksi yang dalam.

Pada awal krisis moneter, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sebelumnya sangat pesat menjadi terbalik. Pada 1997 dan 1998, terjadi kontraksi ekonomi yang sangat signifikan. PDB Indonesia pada 1998 mengalami penurunan sekitar 13,1%, menunjukkan dampak yang menghancurkan dari krisis moneter terhadap aktivitas ekonomi.

Krisis Moneter
Krisis Moneter (Freepik)

Sektor ekspor, manufaktur, pertambangan, dan pertanian, yang sebelumnya menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi, terpukul keras selama krisis moneter. Penurunan daya beli dan permintaan global yang melemah memicu penurunan produksi dan ekspor.

Kontraksi ekonomi yang tajam berdampak langsung pada lapangan kerja. Banyak perusahaan mengalami penurunan produksi atau berhenti beroperasi, yang menyebabkan pemotongan tenaga kerja dan meningkatnya tingkat pengangguran.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...