IHSG Jatuh di Bawah 5.000, OJK Tak akan Respons Berlebihan
IHSG atau Indeks Harga Saham Gabungan sepanjang tahun ini anjlok 22,28% dan kini berada di level 4.895. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan tak akan bersikap reaktif menanggapi penurunan tersebut, tetapi akan terus memantau pergerakan pasar modal.
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi menjelaskan seluruh bursa saham di dunia kini mengalami kondisi yang sama. Oleh karena itu, pihaknya pun tak ingin mengeluarkan kebijakan yang terlalu berlebihan dan berbeda dengan otoritas pasar modal negara lainnya.
"Regulator tidak akan reaktif. Kami akan cermati dengan melihat parameter-paramater, misalnya tadi 5% langsung di halt, 10% autorejection," ujar Fakhri di Padang, Sumatera Barat, Kamis (12/3).
IHSG pada perdagangan hari ini turun lebih dari 5% pada pukul 15.33 WIB. Bursa Efek Indonesia pun menghentikan sementara perdagangan selama 30 menit. Lantaran perdagangan resmi ditutup pukul 16,00 WIB, maka perdagangan baru akan dibuka pada besok.
Level penutupan indeks hari ini merupakan yang terendah sejak 2016, seperti terlihat dalam databoks di bawah ini.
OJK saat ini telah mengeluarkan kebijakan relaksasi bagi emiten di pasar modal untuk bisa membeli saham yang beredar atau buyback tanpa melalui persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Keputusan tersebut dikelaurkan OJK pada Senin (9/3).
Selain itu, melalui Bursa Efek Indonesia, OJK melarang perdagangan short selling. Kebijakan lainnya yakni penghentian perdagangan selama 30 menit, jika IHSG turun lebih dari 5%.
(Baca: Hadapi Corona, Pemerintah Kaji Pembebasan Iuran BPJS Ketenagakerjaan)
Selain itu, diterapkan pula penghentian permintaan jual-beli secara otomatis atau autorejection asimetris. Seluruh fraksi harga saham, bakal di-reject jika turun lebih dari 10% dalam sehari perdagangan
Fakhri mengatakan, pihaknya masih membuka peluang untuk melakukan perubahan kebijakan mengeluarkan ketentuan baru. Namun, ini akan bergantung pada kondisi pasar modal dalam negeri.
"Sebagai regulator, kami hanya menfasilitasi. apakah ada kebijakan berikutnya? Yang teknis-teknis mungkin ada," kata dia.
Kebijakan yang dikeluarkan OJK dan BEI saat ini, menurut dia, telah mempertimbangkan berbagai kondisi, terutama laju IHSG di dalam negeri. Meski indeks global juga mengalami koreksi, OJK menilai bahwa pasar saham Indonesia sudah turun terlalu besar dan berturut-turut.
(Baca: IHSG Anjlok 5,01%, Perdagangan di Bursa Disetop sebelum Penutupan)
Ada beberapa penyebab IHSG terus mengalami koreksi dalam sejak awal tahun ini. Pertama, kondisi global terutama penyebaran virus corona yang kian meningkat. Apalagi, WHO sudah menetapkan virus corona ini menjadi pandemi.
"Tidak hanya secara umum, informasi soal corona yang speksifik di Indonesia, membuat IHSG jadi tertekan," katanya.
Kedua, harga minyak terus terkoreksi. Ini menjadi penyebab kondisi pasar modal di banyak negara menjadi anjlok. Sementara kebijakan AS menurunkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin, tak pengaruh pada bursa saham.
Ketiga, kasus PT Asurnasi Jiwasraya. Namun, Fachri menilai masalah ini sudah mulai mendapat titik terang karena Kementerian BUMN sudah menyatakan Jiwasraya berkomitmen untuk membayarkan cicilan polis mulai akhir Maret ini.
"Berita kurang enak lainnya, BI memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi," katanya.