Laba Dua Raksasa Bisnis Rokok Anjlok Terpukul Corona dan Cukai
Industri rokok menjadi salah satu sektor yang terdampak krisis pandemi corona atau Covid-19. Pasalnya kinerja dua pemain besar industri ini anjlok seiring penjualan yang turun dan beban tambahan dari kenaikan cukai rokok sejak awal tahun ini.
Laba bersih PT Gudang Garam Tbk (GGRM) merosot 10,74% secara tahunan atau year on year (yoy) pada semester I tahun ini menjadi Rp 3,82 triliun dibandingkan Rp 4,28 triliun pada semester I 2019. Sedangkan PT H.M. Sampoerna Tbk (HMSP) labanya turun 2,83% yoy menjadi Rp 4,88 triliun dari sebelumnya Rp 6,77 triliun.
Sebagai informasi, Sampoerna menguasai 29,6% pangsa pasar di segmen sigaret kretek mesin, 57,2% pangsa pasar di segmen rokok putih, dan 36,3% pangsa pasar di segmen sigaret kretek tangan.
Sementara Gudang Garam secara keseluruhan menguasai pangsa pasar penjualan rokok nasional sebesar 25,6%. Rinciannya 30,8% pada produk sigaret kretek mesin rendah tar nikotin, 16,9% di segmen sigaret kretek tangan, 44,8% pada segmen sigaret kretek mesin FF, serta 5,3% pada segmen rokok non-kretek atau rokok putih (SPM).
Mengutip laporan keuangan Gudang Garam, pendapatan semester I 2020 tercatat sebesar Rp 53,65 triliun, naik 2,23% yoy dibandingkan raihan pendapatan semester I 2019 sebesar Rp 52,74 triliun. Meski demikian, beban pokok pendapatan naik lebih tinggi sebesar 5,15% yoy menjadi Rp 44,99 triliun.
Beban pokok didorong kenaikan pada pos pita cukai, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan pajak rokok yang naik 6,7% yoy menjadi Rp 35,77 triliun dari sebelumnya Rp 33,52 triliun.
Alhasil, laba bersih perseroan sepanjang semester I 2020 turun 10,74% menjadi Rp 3,82 triliun. Sebelumnya, pada semester I 2019, perseroan membukukan laba bersih sebesar Rp 4,28 triliun.
Sementara merosotnya laba bersih Sampoerna lantaran penjualan rokoknya sepanjang semester I turun sebesar 11,8% menjadi Rp 44,73 triliun dibandingkan periode yang sama sebelumnya Rp 50,71 triliun.
Meski demikian, masih ada emiten rokok yang masih mampu bertahan di tengah hantaman pandemi dan kenaikan cukai rokok dengan membukukan pertumbuhan laba lebih dari 300% pada semester I 2020.
Laba bersih PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC) meroket 324,39% yoy pada semester I, menjadi Rp 4,58 miliar. Lonjakan laba ini lantaran pendapatan yang naik 27,39% menjadi Rp 100,92 miliar.
Kemudian PT Wismilak International Tbk laba bersihnya melesat hingga 409,67% yoy menjadi Rp 43,6 miliar. Lesatan laba bersih perusahaan berkode emiten WIIM ini didorong oleh penjualan yang naik 27,71% yoy menjadi Rp 829,26 miliar.
Analis: Industri Rokok Mampu Bertahan dari Krisis
Meski dua pemain utama di sektor ini kinerjanya menurun, analis memprediksi industri rokok masih menjadi sektor yang tahan guncangan pada pada semester II, meski perekonomian Indonesia terancam masuk jurang resesi.
Analis CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan, melonjaknya laba dan pendapatan dua emiten rokok lantaran industri ini tidak signifikan terdampak pandemi corona. Artinya industri rokok merupakan sektor yang masih resiliance atau tahan banting.
“Sebab demand atau permintaan konsumen rokok masih setia atau loyal. Karena industri ini tergantung konsumen. Tapi loyalitas dan kebiasaan orang itu merokok,” katanya kepada Katadata.co,id, Jumat (14/8).
Reza menambahkan, industri rokok terdampak cukup signifikan hanya terhadap kebijakan cukai rokok. Sebab, naiknya harga pita cukai akan berdampak kepada beban penjualan dan harga rokok di tingkat konsumen.
“Namun konsumen masih bisa menyiasatinya dengan membeli satuan atau ketengan. Karena loyalitas konsumen, perusahaan rokok akan tetap tumbuh,” katanya.
Senada, Direktur Utama PT Danareksa Sekuritas, Friderica Widyasari, mengatakan industri rokok termasuk enam sektor bisnis emiten yang mampu bertahan di tengah pandemi corona.
Selain industri rokok, menurutnya, sektor konsumer, tower, media, farmasi, dan telekomunikasi mampu bertahan di tengah pandemi. “Ini adalah sektor yang kita rekomendasikan dan cukup resilient dalam situasi saat ini,” katanya.