IHSG Tergerak January Effect, Ini Sentimen Yang Perlu Diperhatikan
Fenomena January Effect dalam pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dinilai akan terjadi pada awal 2022, walaupun efek Window Dressing pada akhir 2021 tidak terlalu besar. Ada beberapa sentimen yang dinilai akan mempengaruhi pergerakan indeks saham awal tahun ini.
January Effect merupakan fenomena keyakinan positif musiman pada awal tahun yang menyebabkan IHSG cenderung naik. Sementara itu, Window Dressing adalah strategi yang dilakukan para pemangku kepentingan untuk mempercantik harga saham suatu emiten oleh perusahaan maupun manajer investasi di akhir tahun.
Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Maximilianus Nico Demus mengatakan ada dua hal yang akan mempengaruhi terjadinya January effect, yakni penerbitan aturan turunan Undang-undang (UU) No. 11-2020 tentang Cipta Kerja dan implementasi kebijakan pengampunan pajak atau Tax Amnesty.
Kedua hal itu dinilai akan menahan efek dari sentimen penyebaran Covid-19 varian Omicron dan pengurangan stimulus moneter atau tapering off bank sentral Amerika Serikat demi meningkatkan suku bunga acuan.
"Kalau kita dihajar dengan Omicron dan kenaikan tingkat suku bunga The Fed, kita sakit (akan terdampak), tapi jangan sampai boncos juga. Punya bantalan (dengan UU Cipta Kerja dan Tax Amnesty)." kata Nico pada Katadata, Senin (3/1).
Sebagai informasi, IHSG ditutup naik 83 poin atau menguat 1,27% pada awal 2022, Senin (3/1). Berdasarkan data RTI Infokom, sebanyak 21,64 miliar saham diperdagangkan senilai Rp 9,76 triliun. Frekuensi perdagangan mencapai 1,25 juta.
Kepala Riset Ekuator Swarna Sekuritas David Nathanael Sutyanto mengatakan performa IHSG pada awal 2022 mengabaikan semua sentimen negatif. Adapun, sentimen yang dimaksud adalah pelarangan ekspor batu bara dan penyebaran varian Omicron di dalam negeri.
"Saya lihat market don't care (pasar tidak peduli), malah antusias. (January effect) mungkin ada," kata David kepada Katadata.
David menilai pertumbuhan pada hari pertama dipengaruhi oleh euforia kabar penawaran umum perdana atau initial public ofering (IPO) beberapa perusahaan teknologi unicorn, seperti Grup GoTo dan Traveloka. Selain itu, lanjutnya, pendorong pertumbuhan datang dari performa indeks teknologi yang tumbuh 707,56% sepanjang 2021.
David berpendapat ancaman January Effect adalah sentimen negatif penyebaran Covid-19 dengan varian Omicron. Menurutnya, beberapa negara maju telah melakukan lockdown akibat masuknya varian anyar itu.
Selain itu, David menilai pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2021 tidak mencapai ekspektasi.
Seperti diketahui, Bank Indonesia meramalkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,5%-6% pada kuartal IV 2021. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 4% untuk keseluruhan tahun.
"Tapi overall (secara keseluruhan), kita nikmati saja selama investor masih cukup optimistis," ujar David.
David mengatakan penyebaran Omicron akan menjadi faktor utama yang dapat mempengaruhi January Effect 2022. Pasalnya, penyebaran varian Delta pada medio 2021 telah cukup memukul IHSG.
Sentimen selanjutnya adalah dinamika kebijakan fiskal dan moneter pada 2022. Pasalnya, banyak pajak maupun cukai baru yang diterapkan pada tahun ini, seperti cukai plastik dan pajak karbon.
David menilai 2022 akan menjadi tahun penentuan bagi pemerintah terkait penanganan Covid-19. Pada awal pandemi, Presiden Joko Widodo menyatakan fleksibilitas anggaran negara hanya dapat dijaga hingga 2022.
"Jadi, ini penentuan apakah ekonomi bisa balik lagi atau tidak," ucapnya.