IHSG Anjlok 0,63% ke Level 6.982 pada Akhir Sesi I, Isu Resesi Kencang
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup anjlok 0,63% ke level 6.982 pada sesi I perdagangan hari ini, Senin (10/10). Pada awal perdagangan, indeks saham dibuka di level 7.026 dan menyentuh angka tertingginya di level 7.026.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada penutupan perdagangan paruh pertama saham hari ini, total volume saham yang diperdagangkan sebanyak Rp 17,34 triliun dan frekuensi 817.989 kali. Sementara itu 398 saham terkoreksi, 139 saham bergerak di zona hijau, dan 146 saham tak bergerak.
Financial Expert Ajaib Sekuritas, M. Julian Fadli mengatakan, secara tren jangka pendek, indeks saham bergerak menurun atau downtrend dengan pola grafik descending triangle. Adapun area support penahan penurunannya yang terdekat berada di area 6.900 - 6.850. Jika area tersebut tertembus, maka support kuat selanjutnya berada di sekitar 6.750 - 6.700.
Berdasarkan indikator teknikal, menurut dia, IHSG cenderung turun, di antaranya posisi candle berada di bawah posisi middle BB, dan indikator stochastic membentuk dead cross di area netral.
Secara transaksi di sepanjang minggu lalu, investor asing tercatat melakukan jual bersih atau net sell sebesar Rp1,4 triliun di pasar reguler, terpantau masih terjadinya aksi aliran dana keluar di pasar.
Melansir Fortune, Mohamed El-Erian, kepala penasihat ekonomi Allianz, mengatakan, ada satu kesalahan The Fed yang menyalahartikan inflasi sebagai kondisi yang sementara dan tidak terlalu mengkhawatirkan saat resesi. Kesalahan kedua, ketika The Fed tidak bertindak dan memberi solusi yang berarti di tengah penyelesaian resesi, Ketiga, The Fed tidak mengurangi akselerator tahun lalu dan adanya keselahan kebijakan yang dilakukan The Fed. Hal tersebut berakibat masuknya resesi.
Fortune menuliskan, data yang dirilis pekan ini menunjukkan tingkat pengangguran AS turun bulan lalu dari 3,7% menjadi 3,5%. Itu dapat menyebabkan Fed yang hawkish untuk menaikkan suku bunga lagi.
Sementara itu, dalam rilis yang dikeluarkan Bareksa dikatakan, investor global saat ini berada di tengah persimpangan jalan untuk menentukan bahwa valuasi aset berisiko seperti saham dan obligasi sudah berada pada level yang atraktif atau belum.
Secara teknikal beberapa manajer investasi global mengatakan, saat ini terutama di pasar saham sudah mengalami penjualan yang sangat ekstrim sehingga menjadi peluang untuk pembelian jangka pendek.
Saat ini, investor global khawatir terhadap keputusan dari OPEC+ yang memutuskan untuk memangkas produksi minyaknya lebih agresif ke depannyam sebesar 2 juta barel per hari. Hal tersebut mendorong harga minyak kembali meningkat setelah sebelumnya berada di bawwah US$ 80/barrel.
Hal ini membuat ekspetasi dari investor terhadap penurunan inflasi global akan berjalan lebih lambat karena masih tinginya harga energi saat ini.
Adapun, mayoritas sektor berada di zona merah dipimpin oleh sektor energi yang turun 1,69%. Sektor energi yang mengalami penurunan yaitu, PT Bumi Resources Tbk yang turun 5,38% atau 10 poin menjadi Rp 176 per saham.
Lalu, PT Adaro Energy Indonesia Tbk dengan penurunan 5,07% atau 210 poin menjadi Rp 3,980 per saham. Selanjutnya, PT Indo Tambangraya Megah Tbk yang turun 4,177% atau 1.825 poin menjadi Rp 41.975 per saham.
Saham yang berada di top gainers yaitu PT Malacca Trust Insurance Tbk dengan kenaikan 21,64% atau 29 poin menjadi Rp 163 per saham. Sedangkan, saham yang berada di top losers yaitu PT Agung Menjangan Mas Tbk dengan penurunan 9,24% atau 11 poin menjadi Rp 108 per saham.