GOTO, BUKA dan BELI Kompak Catat Kerugian, Bagaimana Prospek Sahamnya?
Tiga emiten teknologi yaitu PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), PT Bukalapak.com Tbk (BUKA), dan PT PT Global Digital Niaga Tbk (BELI) telah mengumumkan kinerja keuangannya untuk periode yang berakhir pada 30 Juni 2023.
Secara tren, GOTO dan perusahaan e-commerce Grup Djarum, Blibli mencatatkan penurunan kerugian. Sedangkan, kinerja Bukalapak, berkebalikan menjadi rugi dari laba pada semester pertama 2022. Berikut secara rinci laporan kinerja keuangan tiga perusahaan emiten teknologi ini:
1. PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO)
GOTO membukukan rugi periode berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk Rp 7,16 triliun pada semester pertama 2023. Kerugiannya turun 47,52% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya Rp 13,64 triliun.
Perusahaan ini meraih pendapatan Rp 6,88 triliun pada kuartal kedua 2023. Perolehan pendapatan GOTO naik 15,85% dari sebelumnya Rp 3,39 triliun.
Pendapatan terbesar GOTO berasal dari raihan imbalan jasa Rp 3,96 pada semester pertama 2023 dari sebelumnya Rp 1,1 triliun. Lalu imbalan iklan Rp 1,1 triliun dan jasa pengiriman Rp 971,95 miliar
Menelisik laporan keuangannya, GOTO mencatatkan beban hingga Rp 12,99 triliun pada semester pertama 2024, turun 32,2% dari Rp 19,18 triliun. Beban penjualan dan pemasaran Rp 3,29 triliun. Lalu ada beban umum dan administrasi yang tercatat Rp 2,92 triliun.
Dalam laporan kinerjanya, GOTO turut membukukan beban dari segmen gaji dan imbalan karyawan sebesar Rp 2,92 triliun, sebelumnya tercatat Rp 3,02 triliun. Namun beban pengembangan teknologi informasi dan infrastruktur menjadi Rp 1,57 triliun.
2. PT Global Digital Niaga Tbk (BELI)
BELI membukukan rugi periode berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk Rp 1,74 triliun pada semester pertama 2023. Kerugiannya turun 29,73% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya Rp 2,48 triliun.
Perusahaan ini meraih pendapatan Rp 7,77 triliun pada kuartal kedua 2023. Perolehan pendapatan BELI naik 15,85% dari sebelumnya Rp 6,71 triliun.
Jika menelisik dari laporan keuangannya, pendapatan terbesar BELI ditopang oleh raihan ritel online dari pihak ketiga Rp 5,03 triliun. Pendapatan dari infrastruktur dan gedung naik 5,14% dibandingkan sebelumnya Rp 4,79 triliun.
BELI juga mendapatkan pendapatan dari toko fisik Rp 2,09 triliun, dan institusi Rp 1,15 triliun.
Namun, beban pokok pendapatan perusahaan naik hingga 7,05% menjadi Rp 6,58 triliun pada semester pertama 2023, dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 6,15 triliun.
Di sisi lain, beban penjualan BELI turun 23% menjadi Rp 1,07 triliun dari sebelumnya Rp 1,4 triliun. Lalu beban umum dan administrasi perseroan Rp 1,82 triliun.
Pada bagian beban umum dan administrasi, perseroan mencatatkan pembengkakan gaji, tunjangan dan imbalan kerja sebesar 23,53% dari sebelum Rp 894,91 miliar.
3. PT Bukalapak.com Tbk (BUKA)
PT Bukalapak.com Tbk membukukan rugi yang dapat diatribusikan ke entitas induk sebesar Rp 389,27 miliar, anjlok dari posisi tahun lalu. Sebelumnya, pada semester I 2022 Bukalapak sempat membukukan laba Rp 8,59 triliun.
Padahal, perusahaan meraih penjualan dan pendapatan usaha Rp 2,18 triliun pada semester I 2023, meningkat 28,9% dibanding semester I tahun lalu. Rinciannya, pendapatan itu dikontribusi dari bisnis marketplace yang naik dari sebelumnya Rp 648,23 miliar menjadi Rp 1,13 triliun di semester pertama 2023
Di sisi lain, beban pokok pendapatan Bukalapak juga naik 40% menjadi Rp 1,63 triliun dari periode semester pertama 2023 senilai Rp 1,16 triliun.
Lalu beban umum dan administrasi dari Rp 1,32 triliun menjadi Rp 682,25 miliar. Perusahaan mencatat rugi usaha Rp 701,21 miliar pada paruh pertama tahun ini dari untung Rp 8,60 triliun pada tahun lalu.
Prospek Saham Teknologi
Meski ketiga emiten ini masih mencatat kerugian, bagaimana prospek saham teknologi pada tahun ini?
PT Mirae Asset Sekuritas menilai sektor saham teknologi akan mengalami pemulihan tahun ini. Salah satu faktor pendorongnya adalah menurunnya kekhawatiran masyarakat akan resesi global. Senior Investment Information Mirae Asset, Nafan Aji Gusta berpendapat, saham teknologi juga kembali bangkit seiring tingkat inflasi global maupun nasional dapat terjaga dengan baik.
Nafan menilai, dengan iklim investasi yang lebih kondusif, tak hanya sektor teknologi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mulai stabil menguat sejak awal tahun pun diprediksi akan melanjutkan tren penguatan.
“Para investor memfaktorkan suku bunga turun, tentunya risk appetite-nya meningkat jadi memberikan efek domino saham teknologi,” kata Nafan pada Mirae Asset Sekuritas Media Day, Kamis (9/2) di Jakarta.
Meski begitu, saham teknologi di bursa, IDX Techno yang menaungi saham teknologi di bursa masih turun 13,44% atau 695,69 poin ke level 4.472,38 sejak awal tahun ini. berpendapat saham emiten teknologi di bursa sedianya masih memiliki ruang untuk terus bertumbuh dan menjadi penggerak bagi IHSG. "Saham teknologi masih dalam batas improving, punya ruang sebagai leading sektor," ujarnya.
Tidak bisa dipungkiri, sejak tahun lalu setelah bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve mengerek suku bunga acuan ketat, saham-saham teknologi ikut terbebani kebijakan bunga tinggi. Pelaku pasar mencermati kemampuan perusahaan di sektor teknologi dalam kemampuannya menghasilkan profitabilitas.
Sementara itu, Senior Research Analyst Mirae Asset, Robertus Hardy, menilai sejumlah emiten teknologi telah melakukan berbagai upaya efisiensi dengan menekan biaya operasional. “Kita bisa lihat buahnya bisa dipetik tahun ini beberapa saham-saham sektor teknologi mulai recover,” katanya.