BEI Ungkap Penyebab IHSG Rontok 2,5% Usai Libur Panjang Lebaran
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka merosot 188,11 poin atau 2,58% ke level 7.098 pada perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini, Selasa (16/4) usai libur panjang Lebaran.
Kemudian, kelompok 45 saham unggulan atau Indeks LQ45 turun 35,04 poin atau 3,64% ke posisi 928,68. Sebelumnya, IHSG ditutup menguat 32,48 poin atau 0,45% ke level 7.286,88 pada penutupan perdagangan Jumat (5/4) lalu atau sebelum libur panjang Lebaran.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan turunnya IHSG pagi ini karena pasar saham bergerak sendiri sesuai dengan kondisi yang ada, sebab pasar bergerak dinamis. Nyoman meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah antara Iran dengan Israel, turut mempengaruhi pergerakan indeks.
“Saya tidak bisa menyatakan apakah ini mempengaruhi, namun hal yang umum yang terjadi adalah faktor geopolitical tension. Itu akan berpengaruh tentunya terhadap pergerakan indeks, pasar akan bergerak dinamis,” kata Nyoman kepada wartawan di Gedung BEI, Selasa (16/4).
Secara terpisah, Ekonom Eisenhower Fellow (EF) Mari Elka Pangestu mengatakan serangan Iran ke Israel pada Sabtu (13/4) dinilai akan berdampak negatif terhadap IHSG. Harga komoditas, seperti harga impor minyak, gandum, dan produk asal Eropa ke Indonesia.
“Harga komoditas terpengaruh. Rupiah bisa melemah lebih jauh, imbal hasil obligasi atau bond yield Indonesia bisa turun, dan IHSG terpengaruh," kata Mari dalam acara virtual Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter, Senin (15/4).
Ekonom EF sekaligus mantan Menteri Keuangan Bambang S Brodjonegoro menambahkan, tingkat bunga tinggi lebih berpengaruh terhadap IHSG. Setiap keputusan Bank Sentral Amerika Serikat The Federal Reserve atau The Fed yang dianggap tidak sejalan dengan ekspektasi pelaku pasar, maka dana asing akan keluar alias capital outflow.
Ia mencatat, investor asing yang memegang saham emiten Indonesia terbagi menjadi dua kelompok yakni jangka pendek dan panjang. Investor jangka pendek atau yang hanya mengejar untung akan membuat IHSG bergejolak. Investor jangka pendek tersebut akan berpaling dari IHSG ke aset berisiko rendah atau safe haven seperti dolar Amerika dan obligasi AS.
"Saya melihat memang akan ada tekanan terhadap IHSG. Tetapi tekanan itu dibagi dengan dampak dari tingkat bunga yang tetap tinggi," ujar Bambang.
Selain itu, turunnya IHSG juga seiring dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data Google Finance, rupiah berada pada level Rp 16.097 per dolar AS pada awal perdagangan hari ini, Selasa (16/4). Sejumlah mata uang Asia pun juga menunjukkan pelemahan terhadap dolar AS.
Melansir Bloomberg, baht Thailand melemah 0,22%, ringgit Malaysia melemah 0,23%, yuan Cina melemah 0,01%, peso Filipina melemah 0,24%, dolar Singapura melemah 0,17%, dan yen Jepang melemah 0,05%.
Analis pasar uang, Lukman Leong menilai perkembangan geopolitik dan perang antara Iran dan Israel membuat investor semakin menghindari aset dan mata uang beresiko. Namun, pengaruh pelemahan rupiah terbesar berasal dari data-data ekonomi AS yang lebih kuat dari perkiraan seperti non-farm payroll (NFP) dan inflasi.
“Data penjualan ritel AS yang kembali juga lebih kuat semalam semakin meredam prospek pemangkasan suku bunga bank sentral AS, The Federal Reserve, kemudian melonjakan imbal hasil obligasi AS dan dolar AS,” ujar Lukman kepada Katadata.co.id, Selasa (16/4).