Intip Tren Saham Sektor Konsumer di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Nur Hana Putri Nabila
16 Juli 2024, 13:46
saham emiten konsumer, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT)
ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko
Mirae Asset Sekuritas Indonesia memperkirakan emiten konsumer akan mengalami pertumbuhan moderat di tengah tantangan ekonomi tahun ini.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Mirae Asset Sekuritas Indonesia memperkirakan emiten konsumer akan mengalami pertumbuhan moderat di tengah tantangan ekonomi tahun. Akan tetapi, laba emiten sektor konsumer pada kuartal II 2024 diperkirakan bakal sesuai dengan perkiraan.

Prediksi Mirae ini tidak termasuk menghitung dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Lantas, bagaimana prospek saham konsumer?

Analis Mirae Asset Sekuritas Abyan Yuntoharjo menyatakan prospek bisnis perusahaan konsumer tetap netral meskipun menghadapi tantangan ekonomi dan rendahnya belanja konsumen. Kondisi ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi pascalebaran melambat dan dampak kampanye pemilu terhadap konsumsi masyarakat tidak signifikan. 

Abyan mengatakan sektor konsumer tumbuh moderat pada semester pertama tahun ini meskipun ada tekanan ekonomi. Pertumbuhan penjualan pada kuartal kedua diperkirakan akan lebih lambat dibandingkan dengan kuartal pertama yang lemah. 

Akan tetapi, Mirae Asset Sekuritas Indonesia optimistis saham-saham konsumer seperti PT Mayora Indah Tbk (MYOR), PT Cisarua Mountain Dairy Tbk (CMRY), dan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) akan mengungguli kinerja sektor ini. Hal itu ditopang dari kinerja ekspor, pemasaran, dan ketahanan di tengah tantangan ekonomi. Abyan mengatakan, secara historis sektor ini tumbuh 10-13% per tahun dalam tujuh tahun terakhir.

“Pertumbuhan sektor konsumer saat ini berada di kisaran satu digit,” kata Abyan dalam risetnya, dikutip Selasa (16/7). 

Selain itu, Abyan menilai emiten-emiten sektor konsumer kemungkinan akan tetap berhati-hati dengan margin pada kuartal kedua dan semester pertama tahun ini karena fluktuasi harga bahan baku. Meskipun harga bahan baku stabil, tingginya biaya produksi membuat perusahaan mengurangi pengeluaran untuk iklan dan promosi agar tetap menjaga keuntungan.

Di sisi lain, Abyan menyebut pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terjadi sejak Maret lalu berdampak terhadap perusahaan-perusahaan di sektor konsumer. Mereka berpotensi mengalami kerugian nilai tukar (rugi kurs) dan meningkatnya biaya impor bahan baku. Contohnya seperti yang dialami PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).

Tabel saham konsumer
Tabel saham konsumer (Mirae Asset Sekuritas)

Kebijakan Pemerintah Pengaruhi Emiten Konsumer

Selain kondisi ekonomi, Di samping itu, Abyan mengatakan kebijakan pemerintah dan hasil Pemilu berdampak besar pada sektor konsumer. Meskipun bantuan sosial berlanjut dan potensi pemilihan kepala daerah (Pilkada) dapat memberikan dampak positif dalam jangka pendek, kehadiran presiden baru bisa mengundang investasi asing. 

Namun, pergantian pemerintahan dari Presiden Joko Widodo kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto juga membawa ketidakpastian. Kebijakan program makan siang gratis dan rencana pengenaan pajak untuk minuman berpemanis, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, dan rencana pemotongan subsidi bahan bakar bisa meningkatkan biaya bagi konsumen dan perusahaan. 

“Secara keseluruhan, arah kebijakan pemerintah dapat menggeser pola konsumsi ke arah bisnis makanan yang lebih kecil dan menjauh dari barang-barang kemasan,” kata Abyan.

Oleh karena itu, Mirae Asset Sekuritas menilai perusahaan-perusahaan konsumen non-siklikal atau sektor barang konsumsi primer tengah menghadapi tantangan besar dengan prospek pertumbuhan yang terbatas. Sebagian besar perusahaan dalam sektor ini mengalami performa buruk. Margin sektor tersebut tertekan oleh fluktuasi harga bahan baku yang tidak stabil dan depresiasi nilai tukar rupiah. 

Selain itu, konsumen saat ini cenderung memprioritaskan kebutuhan pokok akibat tekanan ekonomi. Hal ini mengakibatkan konsumen mengurangi pengeluaran untuk barang-barang yang dibeli atas keinginan pribadi. Faktor-faktor ini akan memperlambat laju pertumbuhan sektor konsumer non-siklikal di masa depan. 

Pada penutupan sesi pertama perdagangan Selasa (16/7), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot 34,92 poin atau 0,48% ke level 7.243. Saham-saham sektor non-siklikal mencatat penurunan terbesar, yakni sebanyak 0,74%. Saham emiten sektor tersebut yang berada di zona merah misalnya, harga saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang anjlok 2,73% ke level Rp 2.850 per lembar saham.

Harga saham AMRT juga merosot 1,37% ke Rp 2.880, ICBP tergelincir 0,95% ke Rp 10.475, dan INDF melemah 0,84% ke Rp 5.925 per saham. Harga saham CMRY juga tergerus 2,86% ke Rp 4.750. Sedangkan MYOR menguat 0,81% ke Rp 2.500 per saham.

Reporter: Nur Hana Putri Nabila

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...