BEI Sebut Investor Bisa Mencicipi Saham LQ45 dengan Modal Rp 50 Ribu
Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut investor kini bisa mencicipi saham-saham berkapitalisasi besar menjadi anggota indeks bergengsi LQ45 dengan modal di bawah Rp 50 ribu. BEI menawarkan produk single stock futures (SSF) yang merupakan produk derivatif terbaru dari otoritas bursa.
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan lewat SSF, investor berpeluang meraup keuntungan yang sama dari saham perusahaan terbesar dan paling likuid dengan modal yang jauh lebih kecil. BEI menetapkan margin awal minimum sebesar 4% dari nilai transaksi saham untuk transaksi SSF.
Sebagai contoh, Jeffrey menyampaikan apabila harga saham suatu emiten berharga Rp 10 ribu per lembar, investor harus mengeluarkan Rp 1 juta untuk 1 lot atau 100 lembar saham. Namun untuk SSF saham, ia menyebut investor hanya perlu membayar 4% dari nilai transaksi atau Rp 40 ribu.
Dari 45 emiten, terdapat lima underlying saham-saham dari indeks LQ45 yang masuk SSF, yaitu:
- PT Bank Central Asia Tbk (BBCA)
- PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI)
- PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA)
- PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM)
- PT Astra International Tbk (ASII)
“Hal ini tentunya memberikan peluang menarik bagi investor atau trader karena dengan modal yang jauh lebih kecil investor bisa mendapat exposure dari saham-saham perusahaan terbesar dan paling likuid di Indonesia,” kata Jeffrey dalam keterangannya, Selasa (17/9).
Apa Perbedaan Saham dan SSF?
Jeffrey membeberkan perbedaan utama antara saham dan SSF. Pertama, saham memberikan hak kepemilikan atas perusahaan, termasuk hak untuk menerima dividen dan memberikan suara dalam rapat umum pemegang saham. Sebaliknya, SSF adalah kontrak yang memungkinkan investor untuk berspekulasi atau melindungi diri terhadap fluktuasi harga saham tanpa harus memiliki saham tersebut secara langsung.
Kedua, dalam hal modal, saham memerlukan pembayaran penuh sesuai harga pasar, dengan risiko utama berupa penurunan nilai saham. Sementara itu, SSF menggunakan leverage sehingga memerlukan modal yang lebih kecil. Namun, SSF memiliki risiko lebih tinggi karena potensi keuntungan atau kerugian setara dengan memiliki saham secara langsung.
Dengan demikian, Jeffrey menilai secara umum saham lebih cocok untuk investasi jangka panjang yang berfokus pada kepemilikan dan pendapatan pasif. “SSF lebih sering digunakan oleh investor yang berpengalaman untuk trading secara jangka pendek maupun untuk strategi lindung nilai atas portofolio saham yang dimilikinya,” kata dia.
Bagaimana Cara Berinvestasi di SSF?
Lebih lanjut, Jeffrey mengatakan untuk berinvestasi di instrumen SSF , investor perlu membuka rekening efek derivatif melalui Anggota Bursa (AB) yang terdaftar sebagai AB Derivatif. Saat ini, terdapat satu AB Derivatif yang menyediakan perdagangan derivatif SSF, yakni PT Binaartha Sekuritas.
Untuk berinvestasi dalam produk SSF, investor dapat memeriksa kode yang tertera di halaman online trading. Berbeda dengan saham yang memiliki ticker code berupa empat huruf, kode SSF terdiri atas empat huruf dari saham underlying ditambah dua kode yang menunjukkan bulan dan tahun jatuh tempo kontrak, sehingga memudahkan identifikasi oleh investor.
Sebagai contoh, jika SSF memiliki underlying saham BBRI dan jatuh tempo pada Januari 2025, kodenya akan menjadi BBRIF5. Jika SSF memiliki underlying saham TLKM dan jatuh tempo pada Oktober 2024, kodenya akan menjadi TLKMV4.
“V merupakan kode untuk bulan Oktober dan 4 merupakan kode untuk tahun 2024,” kata Jeffrey.
Adapun detail kode untuk bulan jatuh tempo kontrak adalah sebagai berikut:
Bulan | Kode | Bulan | Kode | |
Januari | F | Juli | N | |
Februari | G | Agustus | Q | |
Maret | H | September | U | |
April | J | Oktober | V | |
Mei | K | November | X | |
Juni | M | Desember | Z |