Simak Prediksi 5 Saham Paling Cuan di Tengah Ancaman Perang Dagang

Nur Hana Putri Nabila
15 Januari 2025, 05:55
Pekerja beraktivitas di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Katadata/Fauza Syahputra
Pekerja beraktivitas di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Mirae Asset Sekuritas Indonesia memprediksi deretan saham dengan dividen tinggi di tengah potensi dampak negatif perang dagang global. Ekonomi global diperkirakan menghadapi sejumlah tantangan, terutama akibat terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat yang meningkatkan ketidakpastian moneter dan ketegangan perang dagang dengan Cina. 

Head of Proprietary Investment di Mirae Asset Sekuritas, Handiman Soetoyo, mengatakan ada 80 saham yang bisa menjadi opsi menarik untuk meraih cuan di tengah ketidakpastian pasar tahun ini.

"Saham-saham tersebut berasal dari berbagai sektor, kecuali sektor properti," ujarnya pada Media Day bertajuk “Secure Greater Returns with Dividend Stocks in 2025” pada Selasa (14/1).

Dari jumlah tersebut, Handiman memprediksi lima emiten akan menjadi kontributor utama dari total dividen perusahaan di bursa saham tahun ini, yang diperkirakan mencapai Rp 322,4 triliun. Adapun sepanjang 2024, sektor keuangan dan energi tetap menjadi penyumbang dividen terbesar, dengan kontributor utama seperti ADRO, BBRI, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI).

“Kedua sektor tersebut masih menjadi sektor yang paling menarik bagi investor yang mengincar dividen,” ujar Handiman .

Adapun lima saham utama pilihan Mirae Asset tersebut adalah:

  1. PT BPD Jawa Timur Tbk (BJTM)
  2. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI)
  3. PT Bukit Asam Tbk (PTBA)
  4. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS)
  5. PT Trans Power Marine Tbk (TPMA)

Tensi Perang Dagang Global

Sementara itu, Chief Economist & Head of Research Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto, menyebut tiga faktor utama yang mempengaruhi ekonomi global pada tahun 2025. Pertama, kebijakan moneter AS melalui Federal Reserve diprediksi akan menurunkan suku bunga secara tidak agresif, bergantung pada inflasi dan prospek ketenagakerjaan di AS. 

Kedua, pasar kemungkinan besar akan dipengaruhi oleh fenomena Trumponomics 2.0, dengan kebijakan proteksionisme, deregulasi, pemotongan pajak, dan inflasi yang lebih tinggi di AS. 

Ketiga, ketegangan perdagangan Amerika Serikat dengan Tiongkok tetap menjadi faktor utama. Ia mengatakan barang-barang Cina masih terkena tarif tinggi dari AS, yang dapat memperburuk kondisi ekonomi Cina yang sudah tidak stabil. 

Rully juga mencatat bahwa pada Januari 2018, AS memberlakukan tarif hingga 50% untuk panel surya dan mesin cuci asal Tiongkok, yang kemudian diperluas ke Uni Eropa, Kanada, dan Meksiko pada Juni tahun yang sama.

 

Reporter: Nur Hana Putri Nabila

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...