OJK Ungkap Alasan di Balik Ubah Aturan Batas Bawah (ARB) Perdagangan Saham


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan alasan di balik kebijakan untuk menyesuaikan auto reject bawah (ARB) di level 15%. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan, Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, mengatakan kebijakan auto rejection bawah sudah melalui kajian yang mendalam.
Menurut Inarno, langkah ini juga telah melalui pendekatan yang lebih seimbang antara perlindungan investor dan juga efisiensi pasar. Ia juga mengatakan diperlukan ruang yang lebih luas untuk menjaga stabilitas harga dan juga likuiditas.
“Tentunya tidak seperti saat pandemi di mana terdapat pembatasan-pembatasan ekonomi saat ini kami melihat pasar lebih stabil dan juga lebih matang,” kata Inarno dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK Maret 2025 secara virtual, Jumat (11/4).
Lebih lanjut, Inarno menyampaikan OJK bersama Self-Regulatory Organization (SRO) dan pelaku pasar akan terus memantau secara berkala efektivitas pelaksanaan kebijakan auto rejection bawah tersebut. Apabila volatilitas serta tekanan di pasar saham mulai mereda dan didukung oleh data fundamental yang positif, maka OJK akan mempertimbangkan kemungkinan penyesuaian terhadap kebijakan tersebut.
Sebelumnya Bursa Efek Indonesia (BEI) menyampaikan batas auto rejection menjadi maksimal 15% untuk saham di Papan Utama, Papan Pengembangan, Papan Ekonomi Baru, serta produk ETF dan DIRE, tanpa memandang rentang harga. Sekretaris Perusahaan BEI Kautsar Primadi, mengatakan penyesuaian persentase Auto Rejection Bawah dilakukan untuk menjaga volatilitas pasar dan memastikan perlindungan investor.
BEI memberlakukan perubahan aturan terkait mekanisme penghentian batas auto rejection bawah atau (ARB). Kebijakan baru ini tertuang dalam Surat Keputusan Direksi BEI nomor: Kep-00003/BEI/04-2025 dan Kep-00002/BEI/04-2025 yang diterbitkan pada 8 April 2025.
“Perubahan dimaksud akan terbit dan berlaku sejak 8 April 2025,” demikian pernyataan Kautsar Primadi, pada Selasa (8/4).
BEI Naikan Ambang Batas Trading Halt
BEI menyesuaikan kebijakan perdagangan sementara atau trading halt dengan menaikkan ambang batas penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dari sebelumnya 5% menjadi 8%. BEI juga menaikkan ambang batas penurunan IHSG untuk pemberlakuan penghentian perdagangan hingga akhir sesi atau trading suspend dari sebelumnya 15% menjadi 20%.
Trading halt adalah pembekuan sementara perdagangan dengan kondisi seluruh pesanan yang belum teralokasi (open order) akan tetap berada dalam sistem perdagangan efek otomatis JATS dan dapat ditarik oleh Anggota Bursa.
Dalam aturan baru tersebut, BEI menetapkan bahwa trading halt akan dilakukan selama 30 menit jika IHSG turun lebih dari 8% dalam satu hari perdagangan. Jika penurunan berlanjut hingga lebih dari 15%, maka akan diberlakukan trading halt tambahan selama 30 menit.
Adapun jika IHSG anjlok lebih dari 20%, maka BEI dapat melakukan trading suspend, yakni penghentian perdagangan hingga akhir sesi atau lebih dari satu sesi setelah mendapatkan persetujuan OJK.
Kautsar mengatakan penyesuaian ketentuan pelaksanaan penghentian sementara perdagangan Efek dilakukan sebagai upaya BEI untuk memberikan ruang likuiditas yang lebih luas bagi investor dalam menentukan strategi investasi dengan mempertimbangkan informasi yang ada.
“Dalam penerapan kebijakan ini, BEI juga telah mempertimbangkan best practice pada Bursa-bursa di dunia serta memperhatikan masukan pelaku pasar,” kata Kautsar.