Menimbang Untung-Rugi Spin Off BSI (BRIS) dari Bank Raksasa BUMN

Nur Hana Putri Nabila
10 Juni 2025, 17:16
Pegawai bank mengenakan pakaian adat saat melayani nasabah di kantor cabang BSI, Jakarta, Senin (21/4/2025). Penggunaan pakaian adat tersebut dalam rangka memperingati Hari Kartini.
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Spt.
Pegawai bank mengenakan pakaian adat saat melayani nasabah di kantor cabang BSI, Jakarta, Senin (21/4/2025). Penggunaan pakaian adat tersebut dalam rangka memperingati Hari Kartini.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) bersiap menjadi entitas sendiri di bawah Danantara dan memisahkan diri dari induk usahanya bank-bank BUMN atau spin off. Danantara disebut akan mengakuisisi mayoritas saham BRIS yang kini dimiliki PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI). 

BSI saat ini merupakan salah satu anak usaha Bank Mandiri. Pada awal pendiriannya, BSI merupakan perusahaan hasil merger tiga bank syariah milik bank BUMN yaitu Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan BRI Syariah. 

Bank Mandiri memiliki 51,47% atau 23,74 miliar saham BSI. Sedangkan BBNI memegang 23,24% atau 10,72 miliar saham, dan BBRI menggenggam 15,38% atau 7,09 miliar saham BRIS. 

Analis Indo Premier Sekuritas, Jovent Muliadi dan Gabriella Alyssa menilai banyak pihak yang justru akan dirugikan dengan rencana ini. Karena itu, mereka tidak memperkirakan hal ini akan terealisasi dalam jangka pendek. 

“Skema dan jadwal juga belum jelas,” tulis tim analis Indo Premier Sekuritas dalam risetnya, Selasa (10/6). 

Indo Premier Sekuritas menilai,kecil kemungkinan transaksi dilakukan secara tunai, mengingat nilai 51% saham mayoritas BRIS saat ini diperkirakan mencapai sekitar Rp 65 triliun. Sedangkan total dividen yang diterima Danantara tahun ini hanya berada di kisaran Rp 90–100 triliun. Hingga kini, belum ada kepastian terkait skema maupun waktu pelaksanaan rencana tersebut.

Situasi lose-lose bagi induk maupun BRIS

Indo Premier Sekuritas menilai potensi pengalihan kepemilikan saham BRIS ke Danantara dapat berdampak negatif terhadap kinerja induk bank BUMN seperti BMRI, BBRI, dan BBNI. 

Berdasarkan simulasi, Indo Premier Sekuritas menyebut hilangnya kontribusi laba dari BRIS diperkirakan mencapai sekitar 7% untuk BMRI, 2% untuk BBRI, dan 9% untuk BBNI. Hal ini mengacu pada porsi kepemilikan masing-masing bank BUMN serta asumsi bahwa saham dialihkan seluruhnya ke Danantara tanpa kenaikan kepemilikan publik mengingat saat ini free float BRIS hanya sekitar 10%.

Sementara itu, dampak yang lebih besar berpotensi dialami BRIS, terutama jika akuisisi menyebabkan berakhirnya dukungan operasional dari induk, khususnya BMRI. Contohnya saat peretasan tahun 2023, ketika tim IT BMRI terlibat langsung dalam pemulihan dan peningkatan sistem keamanan BRIS.

Selain itu, valuasi BRIS berisiko tertekan jika akuisisi ini seiring dengan upaya memperbesar porsi kepemilikan publik. BRIS saat ini diperdagangkan dengan valuasi premium 2,5x dari proyeksi price to book full year 2025, jauh di atas BMRI dan BBRI yang masing-masing di kisaran 1,6x dan 1,9x. 

Return on equity (ROE) BRIS justru lebih rendah, hanya 17%, dibandingkan BMRI dan BBRI yang mencapai 20% dan 19%. Kondisi ini banyak dipengaruhi oleh kepemilikan saham yang sangat terkonsentrasi serta rendahnya likuiditas saham di pasar.

“Kemungkinan kecil terjadi dalam waktu dekat karena kompleksitas dan kurangnya urgensi,” tambah tim analis Indo Premier Sekuritas.  

Berdasarkan kajian Indo Premier Sekuritas, rencana pengalihan saham BRIS ke Danantara masih menghadapi sejumlah tantangan besar, terutama dari sisi struktur transaksi. Salah satunya adalah keterbatasan rasio kecukupan modal (CAR) Bank Mandiri yang turun di bawah 19% pada kuartal pertama 2025, sehingga mempersempit ruang bagi pembagian dividen spesial. 

Dari sisi Danantara, proyek ini dinilai bukan prioritas utama karena masih banyak agenda lain yang memiliki dampak ekonomi nasional lebih besar. Meski saham perbankan hari ini tertekan hingga 4–7%, dengan BRIS memimpin koreksi. 

Meski begitu, potensi realisasi aksi korporasi ini dalam waktu dekat masih kecil, fokus investor disarankan kembali pada fundamental kinerja dan valuasi perusahaan. 

Saat ini, saham sektor perbankan (di luar BBCA) diperdagangkan pada rata-rata PE 9,3x dan PB 1,6x, yang masih berada di bawah rerata historis 10 tahun di 12,3x dan 1,8x. Indo Premier tetap mempertahankan rekomendasi overweight untuk sektor ini, dengan BBRI dan BMRI sebagai saham pilihan utama.

“Kami menyukai BBRI karena potensi pemulihan dan kepemilikan asing yang rendah, serta BMRI karena potensi perbaikan margin di paruh kedua tahun ini,” katanya. 

Di sisi lain, Ekonom senior Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin justru menilai terdapat tiga keuntungan utama jika BSI dipisahkan dari induk konvensional seperti Bank Mandiri. Pertama, proses pengambilan keputusan bisa berlangsung lebih cepat. 

Kedua, BSI dapat lebih fokus mengembangkan lini bisnis syariahnya. Ketiga, langkah ini akan memperkuat persepsi kesesuaian syariah, mengingat masih ada keraguan dari sebagian pihak terkait keabsahan syariah BSI selama masih berada dalam konsolidasi laporan keuangan bank konvensional.

“Jadi, ide spin off sangat rasional dan relevan,” ucap Wijayanto kepada Katadata.co.id, Selasa (10/6).

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Nur Hana Putri Nabila
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan