Prospek Garuda Indonesia (GIAA) di Tangan Danantara, Mungkinkah Berbalik Untung?
Danantara tengah melakukan transformasi besar-besaran untuk menyehatkan maskapai pelat merah PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), antara lain dengan menggelontorkan suntikan modal mencapai Rp 23,67 triliun. Mampukah suntikan dana ini mengubah kinerja keuangan GIAA berbalik dari rugi menjadi untung?
Komitmen Danantara menyelamatkan maskapai pelat merah ini disampaikan Managing Director Non-Financial Holding Operasional Danantara, Febriany Eddy. Ia memastikan, penyelamatan GIAA tak sekedar suntikan dana.
“Danantara full akan mendukung Garuda, dalam transformasi ini, komitmen full dari Danantara bukan free lunch, bukan gratis. Kami akan kawal sampai ke dalam, ke bawah,” kata Febriany di Jakarta, akhir pekan lalu.
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) menyetujui rencana penyertaan modal senilai Rp 23,67 triliun melalui PT Danantara Asset Management (DAM). Danantara juga memastikan proses restrukturisasi GIAA tidak akan menimbulkan beban fiskal baru terhadap negara.
Febriany menjelaskan, salah satu tahap prioritas untuk menyelamatkan Garuda adalah melakukan maintenance pesawat yang grounded atau tak bisa terbang. Tak hanya itu, ia menyebut kondisi ini yang turut menekan kinerja Garuda selama enam bulan terakhir.
Adapun maskapai plat merah ini memiliki utang mencapai US$ 8,28 miliar atau Rp 138,49 triliun dan membukukan rugi sebesar US$ 182,53 juta atau setara Rp 3,05 triliun hingga kuartal ketiga 2025. Tak hanya itu, ia juga menyebut pesawat yang grounded membuat Garuda kehilangan pendapatan. Pesawat tidak bisa terbang, sedangkan biaya sewa dan beban terus berjalan.
“Jadi setiap hari kita men-delay, maka semakin besar lubang yang harus ditutup. Jadi ini menjadi tahap satu prioritas, banget-banget prioritas. Segera diberikan untuk bisa melakukan maintenance yang dibutuhkan sehingga pesawat Garuda bisa terbang lagi,” kata Febriany.
Ia juga mencatat, lebih banyak lagi pesawat Citilink yang berada dalam kondisi tak bisa terbang. Maka dari itu, dalam maintenance armada, pada tahap awal, Danantara memberikan dalam bentuk pinjaman pemegang saham atau shareholder loan senilai US$ 405 juta atau setara Rp 6,65 triliun.
“Ya memang kalau tidak dilakukan restrukturisasi tahun ini, maka tahun depan dia (Garuda) mungkin akan lebih sulit jadi ada urgency untuk segera dibantu tahun ini,” katanya.
Garuda juga telah menjalankan sejumlah aksi korporasi, mulai dari pendanaan langsung untuk operasional, skema untuk pembayaran utang bahan bakar, hingga penyertaan aset berupa lahan dari anak usahanya, PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI).
Febri menjelaskan, kucuran dana ke GIAA pada awal tahun ini mencakup kebutuhan mendesak yang tidak bisa ditunda, tetapi penggunaannya tetap berada di bawah pengawasan Danantara. Ia menegaskan bahwa komitmen Garuda adalah menggunakan dana tersebut khusus untuk kebutuhan maintenance. Ia juga berharap armada Garuda dapat segera memenuhi seluruh persyaratan perawatan dan kembali beroperasi segera.
“Itu kalau ditunda, malah tahun depan takutnya udah enggak bisa. Karena bolongnya sudah besar banget, jadi sebagian besar uangnya sebenarnya untuk itu,” kata dia.
Ia pun berharap seluruh langkah ini dapat mengembalikan neraca keuangan Garuda Indonesia secara konsolidasian menjadi positif. Garuda Indonesia akan sulit beroperasi secara normal jika terus menerus mencatatkan kinerja keuangan negatif.
“Langkah setelah Danantara masuk itu bukan hanya sekedar kasih uang. Ini kami akan monitor dan kami akan bekerja bersama dengan team manajemen Garuda,” kata Febri.
Direktur Utama GIAA Glenny Kairupan sebelumnya mengatakan, persetujuan pemegang saham dalam RUPSLB ini merupakan tonggak penting dalam perjalanan pemulihan dan transformasi perseroan.
"Dukungan dari DAM sebagai bagian dari inisiatif pemerintah mencerminkan kepercayaan terhadap arah strategis dan visi jangka panjang kami dalam mewujudkan maskapai nasional yang sehat, tangguh, dan berkelas dunia," kata Glenny.
Ia menjelaskan, sekitar Rp 8,7 triliun atau 37% dari total suntikan modal akan dialokasikan untuk kebutuhan modal kerja GIAA, meliputi pemeliharaan dan perawatan pesawat. Sedangkan Rp 14,9 triliun atau 63% akan mendukung operasional Citilink, yang terdiri atas Rp 11,2 triliun untuk modal kerja dan Rp 3,7 triliun untuk pelunasan kewajiban pembelian bahan bakar kepada Pertamina periode 2019-2021.
Penyertaan modal akan dilakukan melalui penerbitan 315,61 miliar lembar saham Seri D dengan harga pelaksanaan Rp 75 per lembar saham, sebagaimana telah disetujui dalam RUPSLB. Glenny mengatakan, angka ini juga memastikan keberlanjutan pencatatan saham GIAA di Bursa Efek Indonesia (BEI), serta memperkuat posisi keuangan perusahaan untuk mendukung akselerasi transformasi jangka panjang.
Rombak Kursi Direksi
Febri juga menyebut bahwa Danantara juga mendorong transformasi pada jajaran kepemimpinan di Garuda. Menurutnya, peran pemimpin sangat penting karena soliditas dari tingkat atas hingga bawah serta kesamaan visi menjadi fondasi utama.
Ia menilai Direktur Utama Garuda yang baru, Glenny H. Kairupan, berada pada posisi strategis untuk memperkuat arah transformasi perusahaan. Sebelum Glenny resmi menjabat, Febri sempat menanyakan komitmennya terhadap Garuda untuk menjabat di posisi direktur utama.
“Pak Glenny bilang, Bu (Febri) saya orang yang bersedia mati demi NKRI. Itu komitmen saya buat Garuda,” kata Febri.
Febri menilai, Glenny menunjukkan keseriusan untuk memimpin Garuda. Ia juga melihat penunjukan Thomas Sugiarto Oentoro sebagai wakil direktur utama sebagai langkah tepat meski Thomas baru sekitar sembilan bulan menjadi komisaris di Garuda.
“Saya berdiskusi dengan Pak Thomas itu saya langsung yakin karena he is humble. Humility-nya tinggi. Mau belajar. Bertanya terus. Bekerja keras,” ujarnya.
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Garuda Indonesia (GIAA) merombak susunan direksi dan komisaris perseroan pada Rabu (15/10). Dalam keputusan tersebut, Glenny H. Kairupan ditunjuk menggantikan Wamildan Tsani sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia. Padahal Wamildan baru setahun menjabat sebagai bos Garuda Indonesia.
Glenny H. Kairupan merupakan alumnus Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) tahun 1973. Ia dikenal memiliki hubungan dekat dengan Presiden Prabowo Subianto sejak masa kedinasan di militer.
Febri juga mengatakan bahwa seluruh ekosistem aviasi perlu mendukung Garuda. Ia mencontohkan Angkasa Pura yang juga diminta berkomitmen. Dalam pertemuan town hall yang digelar baru-baru ini, tidak hanya jajaran Garuda yang hadir, tetapi juga para pemimpin dari berbagai entitas dalam ekosistem aviasi.
“Anda Angkasa Pura harus mendukung Garuda karena Anda ada untuk Garuda,” ujarnya.
Meskipun industri penerbangan kini semakin berkembang dengan banyaknya maskapai dan layanan pendukung seperti GMF, menurut dia, seluruh pihak harus mendukung Garuda
“Kami akan memastikan bahwa sinergi itu ada,” tambah Febri.
Bagaimana Prospek Garuda?
Pengamat BUMN NEXT Indonesia Center Herry Gunawan menjelaskan, skema suntikan modal Danantara i akan mengurangi beban pinjaman sekaligus menambah likuiditas Garuda.
Jika melihat laporan keuangan GIAA, menurut dia, beban keuangan yang membuat BUMN maskapai ini rugi terutama berasal dari estimasi biaya pengembalian dan pemeliharaan pesawat serta liabilitas sewa. Total liabilitas sewa mencapai sekitar US$ 274 juta per September 2025, atau sekitar 73% dari total beban keuangan yang mencapai US$ 373 juta.
Herry mengatakan, peluang membalikkan keuangan Garudaa dari rugi menjadi laba memungkinkan dengan adanya tambahan modal dan menurunnya beban keuangan melalui konversi pinjaman dan berkurangnya liabilitas sewa. Apalagi, menurut dia, arus kas dari aktivitas operasional maskapai sudah mencatatkan posisi positif, yakni sebesar US$ 367 juta per September 2025
“Jadi kalau beban-beban keuangan bisa diminimalisir, maka bisa dipastikan kinerja keuangan Garuda akan positif atau langsung laba,” kata Herry kepada Katadata.co.id, Senin (17/11).
Herry menegaskan penting bagi Danantara untuk mengawasi pemanfaatan dana yang dikucurkan ke Garuda. Ia mengingatkan agar dana tersebut tidak digunakan secara keliru, misalnya untuk meningkatkan fasilitas manajemen atau membiayai kegiatan yang tidak berkaitan dengan upaya restrukturisasi dan transformasi Garuda.
“Tegasnya, pemanfaatan modal yang dikucurkan harus dikawal jangan sampai terjadi penyelewengan,” ucap Herry.
Skema Merger Garuda Indonesia–Pelita Air
Danantara juga membahas rencana penggabungan usaha atau merger antara Garuda dengan Pelita Air, yang saat ini berada di bawah PT Pertamina. Febriany mengatakan, rencana merger kedua maskapai ini perlu dilakukan untuk memastikan tidak terjadinya kanibalisme.
"Tadi kuncinya adalah dalam rencananya pasti akan dipastikan untuk tidak saling cannibal. Orang Garuda–Citilink aja kami tidak izinkan, apalagi nanti Pelita,” ujar Febri.
Menurutnya, langkah penggabungan usaha perlu dieksekusi dulu sebelum lanjut ke tahapan berikutnya. Bagian terpenting dari proses streamline adalah menghilangkan kompetisi internal dan potensi saling kanibal.
“Nah bagaimana segmentasinya, brandingnya itu tunggu lah, tunggu,” kata Febri.
Herry juga menilai rencana merger dengan Pelita Air akan memberikan nilai positif bagi Garuda. Dengan kondisi keuangan Pelita Air yang sehat, Garuda berpotensi memperoleh tambahan aset yang dapat memperluas ruang geraknya.
“Jika dilakukan merger, berarti akan menyeret Pertamina masuk ke dalam bisnis Garuda, karena berpotensi memiliki saham di perusahaan hasil konsolidasi,” ucap Herry.
Dengan kondisi tersebut, Herry menilai ekspansi Pertamina akan menjadi terlalu jauh jika perusahaan ikut masuk ke bisnis operator penerbangan melalui kepemilikan saham di Garuda. Ia mengaku Pertamina sebaiknya tetap fokus pada bisnis intinya, terlebih saat ini perusahaan tengah melakukan konsolidasi di sektor hilir.
Karena itu, ia menilai Danantara perlu mencari mekanisme lain untuk konsolidasi Garuda–Pelita. Jika memungkinkan, menurut Herry, penggabungan dilakukan melalui skema akuisisi. Namun jika tidak memungkinkan, menurut dia, sebaiknya dicari mekanisme lain atau sebaiknya ditunda.
“Biarkan persoalan di sektor operator penerbangan yang sedang diperbaiki dilokalisasi di situ saja, jangan menyeret BUMN lainnya,” ujar Herry.
