Rupiah Kembali 14 Ribu/US$, Ekonom Ramal Belum Akan Menguat Signifikan
Nilai tukar rupiah telah kembali ke level 14.000 per dolar AS setelah sempat menguat ke level 13.900 pada awal pekan ini di tengah kabar positif tentang pembicaraan dagang AS-Tiongkok. Ekonom memprediksi nilai tukar rupiah belum akan menguat signifikan. Sebab, masih ada ketidakpastian global yang membayangi pasar keuangan dunia. Perang dagang AS-Tiongkok, misalnya, belum tentu berakhir.
Ekonom yang juga Panel Ahli Katadata Insight Center (KIC) Damhuri Nasution mengatakan, belum ada kepastian perang dagang akan berakhir. Sebab, masih banyak isu mendasar yang belum disepakati oleh kedua negara. Ia menduga perang dagang masih akan berlangsung meskipun peluang untuk eskalasi relatif kecil lantaran kedua negara sudah menyadari kerugian dari perang dagang tersebut.
"Belum ada tanda-tanda berakhirnya perang dagang AS dan Tiongkok dalam waktu dekat ini sampai satu tahun ke depan," kata dia kepada katadata.co.id, Selasa (27/2).
(Baca: Mendag Sebut Brexit dan Perang Dagang Ganggu Stabilitas Ekonomi Dunia)
Adapun peluang kenaikan bunga acuan oleh bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), menjadi sangat kecil seiring perlambatan pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam dan global. "Tapi enggak bisa juga dibilang sama sekali tidak akan ada kenaikan," ujarnya. Sebab, keputusan bunga acuan The Fed masih akan bergantung pada perkembangan data ekonomi sepanjang tahun ini.
Di tengah ketidakpastian global tersebut, ia pun memperkirakan nilai tukar rupiah akan bergerak pada rentang 14.000-14.400 per dolar AS tahun ini.
Senada, Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE) Piter Abdullah Redjalam juga melihat belum ada tanda-tanda perang dagang AS-Tiongkok akan berakhir. "Dari pernyataan Presiden AS Donald Trump, arahnya adalah delay (menunda kenaikan tarif impor), bukan cancel (membatalkan)," ujarnya.
(Baca: Optimisme Gubernur BI di Tengah Tertahannya Penguatan Kurs Rupiah)
Adapun penundaan tersebut dinilainya tidak akan berdampak signifikan terhadap kondisi ekonomi AS dan Tiongkok. Prospek ekonomi AS dan Tiongkok juga tidak akan secara cepat berubah menjadi baik. Seiring kondisi tersebut, ia pun masih memprediksi The Fed akan konservatif dalam kebijakan moneternya.
"Artinya, hal ini (perkembangan positif negosiasi dagang AS-Tongkok) tidak berdampak signifikan terhadap aliran modal dana asing dan rupiah," ujarnya.
Rupiah sempat kembali menguat ke level 13.900 per dolar AS pada Senin (25/2) setelah adanya pernyataan dari Presiden AS mengenai perkembangan signifikan dari pembicaraan dagang dengan Tiongkok. Namun, penguatan tidak berlangsung lama, rupiah kembali ditutup di level Rp 14.000 pada perdagangan Selasa (26/2) dan Rabu (27/2).