Enggan Salurkan Kredit, Bank Pilih Serbu SUN Jangka Pendek
Surat Utang Negara (SUN) bertenor pendek jadi incaran investor. Dalam lelang SUN sepanjang Januari-Februari tahun ini, penawaran terbesar selalu mengalir untuk SUN bertenor kurang dari satu tahun. Sebaliknya, SUN yang bertenor lebih panjang cenderung sepi peminat.
Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih mengatakan, perbankan merupakan pemegang terbesar SUN bertenor pendek. Bank menyerbu SUN jangka pendek lantaran penyaluran kredit dianggap masih berisiko. “Kebanyakan investornya bank, bank muter uangnya di SUN jangka pendek karena belum yakin dengan kredit,” katanya kepada Katadata, Rabu (22/2). (Baca juga: Tertekan Kredit Bermasalah, Laba Bank-Bank Besar Anjlok)
Sekadar gambaran, dalam lelang surat berharga syariah alias sukuk pada 21 Februari lalu, sukuk yang jatuh tempo pada 8 Agustus 2017 tercatat paling diminati. Penawarannya mencapai Rp 4,54 triliun dari total penawaran masuk yang sebesar Rp 10,39 triliun.
Sebelumnya, pada lelang SUN 14 Februari lalu, penawaran untuk SUN yang jatuh tempo pada 15 Mei 2017 juga tercatat paling tinggi. Jumlahnya mencapai Rp 9,95 triliun dari total penawaran Rp 31,81 triliun.
Kondisi serupa juga terjadi pada lelang-lelang lainnya sepanjang tahun ini. Pada lelang perdana tahun ini yang digelar 3 Januari lalu, penawaran untuk SUN yang jatuh tempo 4 April 2017 bahkan mencapai Rp 14,97 triliun, dari total penawaran masuk Rp 36,90 triliun.
Menurut Lana, risiko kredit memang tampaknya jadi penyebab utama perbankan menyerbu SUN jangka pendek. Sebab, mengacu pada data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) gross perbankan masih relatif tinggi di level 2,93 persen pada akhir 2016 lalu. Meski level itu sudah membaik dibanding NPL sepanjang Juni hingga November 2016 yang di kisaran 3 persenan.
(Baca juga: Ketika Bank-bank Diterjang Lonjakan Kredit Bermasalah)
Di sisi lain, simpanan nasabah alias dana pihak ketiga (DPK) perbankan tumbuh lebih tinggi dibanding penyaluran kredit. Tak ayal, bank mencari instrumen penempatan dana. Berdasarkan data OJK, DPK tercatat tumbuh 9,6 persen pada 2016, lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yakni 7,26 persen. Sedangkan pertumbuhan kredit tercatat kian melemah, dari 10,5 persen pada 2015 menjadi hanya 7,87 persen pada tahun lalu.
Lebih jauh, Lana menjelaskan, alasan lain bank memilih SUN jangka pendek adalah supaya tak mengganggu likuiditas. Apalagi, bank harus menyiapkan diri untuk menyalurkan komitmen-komitmen kreditnya. “Untuk antisipasi likuiditas dan stand by untuk kredit yang sudah komitmen tapi belum dicairkan debitur,” katanya.
Sekadar informasi, hingga Desember 2016, total komitmen kredit yang belum dicairkan (undisbursed loan) debitur nonbank mencapai Rp 298,51 triliun atau naik 8,38 persen dibanding 2015 lalu. Meski naik, posisi undisbursed loan sudah jauh lebih baik dibanding November 2016 yang sebesar 312,75 triliun.
Tanggal Lelang | Jatuh Tempo | Penawaran | Dimenangkan | Yield Rata-rata yang Dimenangkan |
Lelang sukuk 21 Februari | 8 Agustus 2017 | Rp 4,536 Triliun | Rp 2,55 Triliun | 5,5 persen |
15 Mei 2019 | Rp 3,328 Triliun | Rp 2,82 Triliun | 7,09 persen | |
15 Mei 2021 | Rp 0,500 Triliun | Rp 0,165 Triliun | 7,45 persen | |
15 Agustus 2023 | Rp 1,19 Triliun | Rp 0,480 Triliun | 7,88 persen | |
15 November 2031 | Rp 0,834 Triliun | - | ||
Lelang SUN 14 Februari | 15 Mei 2017 | Rp 9,955 Triliun | Rp 5 Triliun | 5,05 Persen |
1 Februari 2018 | Rp 8,005 triliun | Rp 5 Triliun | 5,98 persen | |
15 Mei 2027 | Rp 7,285 Triliun | Rp 4,650 triliun | 7,54 persen | |
15 Agustus 2032 | Rp 2,720 Triliun | Rp 1,130 Triliun | 7,88 persen | |
15 Mei 2036 | Rp 3,848 Triliun | Rp 2,650 Triliun | 8,11 persen |