Gejolak Rupiah Tak Hambat Repatriasi Rp 100 Triliun di Akhir Tahun
Pemerintah bersiap menyambut masuknya aliran dana (repatriasi) hasil program pengampunan pajak (tax amnesty) yang diperkirakan sekitar Rp 100 triliun pada akhir tahun ini. Fluktuasi nilai tukar rupiah diharapkan tidak menganggu masuknya dana jumbo tersebut ke dalam negeri.
Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan lembaga keuangan penampung dana repatriasi (gateaway) untuk memantau perkembangan masuknya dana tersebut. Ia pun memastikan tidak ada lagi masalah nilai tukar yang dapat menghambat masuknya dana.
“(Sebelumnya) ada isu soal kurs yang berbeda saat dia (peserta amnesti) lapor, itu sudah kami akomodasi apa yang perlu top up atau tidak secara kebijakan,” kata Robert di Jakarta, Selasa (15/11). (Baca: BI Waspadai Repatriasi Dana Tax Amnesty Rp 100 Triliun Akhir Tahun)
Kebijakan yang dimaksud yakni terkait penegasan atas pernyataan dalam lampiran amnesti pajak, jumlah dana repatriasi dalam mata uang asing dan rupiah. Dengan begitu, tidak ada lagi kekhawatiran perbedaan besaran nilai dari dana yang direpatriasi akibat fluktuasi nilai rupiah. Apalagi, belakangan ini rupiah cenderung tertekan saat ini terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan semua mata uang utama asing.
“Tadinya kalau currency-nya menguat (repatriasi dalam bentuk) rupiahnya berkurang. Tapi kalau dia bisa buktikan nilai tukar valasnya sama, nanti kami tegaskan ‘it’s okay’,” ujar Robert.
Ia menambahkan, tidak ada persoalan lain yang dikhawatirkan peserta amnesti pajak untuk membawa uangnya ke Indonesia. Namun, pemilik dana masih harus mengurus pencairan asetnya agar berbentuk tunai (cash). Sebab, aset yang dilaporkan untuk repatriasi ini dalam banyak bentuk, termasuk properti yang sulit dicairkan dalam waktu cepat.
(Baca: Repatriasi Dana, Cadangan Devisa Akan Terus Naik Sampai Akhir 2016)
Kekhawatiran atas perbedaan nilai tukar dana repatriasi ini sebelumnya diutarakan oleh Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiatmadja. Dia mengatakan, ada risiko kerugian atau keuntungan dari perbedaan perhitungan besaran dana repatriasi karena perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Padahal, aliran dana repatriasi diperkirakan bakal banyak masuk di akhir tahun ini. Hingga saat ini, dana repatriasi yang sudha masuk ke Tanah Air mencapai Rp 41 triliun. Sedangkan sekitar Rp 100 triliun akan masuk di akhir tahun.
Sementara itu, Ekonom Maybank Juniman mendorong pemerintah untuk mempercepat repatriasi tersebut agar bisa membantu menstabilkan rupiah. Sebab, dia memperkirakan, tekanan terhadap rupiah masih akan berlanjut hingga 2017.
Pangkal soalnya, investor masih akan memerhatikan kebijakan yang akan diambil Donald Trump saat dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), termasuk pilihan menteri di bidang ekonomi. (Baca: Pemerintah Incar Ratusan Triliun Dana Tax Amnesty dari Swiss)
Di sisi lain, pasar tengah memantau kebijakan moneter dari bank sentral AS, the Fed, yang kemungkinan akan menaikan suku bunga acuannya (Fed Rate) pada Desember ini. Karena itu, Juniman menyarankan agar pemerintah mengimbau peserta amnesti pajak yang sudah mendaftarkan diri untuk repatriasi, segera membawa masuk uangnya.
“Dalam bentuk dolar (AS) pun akan perkuat cadangan devisa. Itu (repatriasi) memperkuat BI untuk stabilisasi. Syukur kalau ditukar ke rupiah, jadi BI tidak perlu repot-repot intervensi,” katanya.
Selain itu, pemerintah dan Bamk Indonesia harus memastikan instrumen investasi yang bisa menjadi keranjang bagi pemilik dana menempatkan asetnya. Keranjang itu sebaiknya berupa instrumen investasi jangka panjang. “Kami harap di Desember, mereka datang dan rupiah akan diuntungkan.”