Perbankan Optimistis Bunga Acuan Baru Bisa Memacu Kredit

Desy Setyowati
18 April 2016, 16:14
Bank Mandiri
Agung Samosir|KATADATA

Perbankan menilai kebijakan moneter baru Bank Indonesia (BI) lebih efektif menurunkan suku bunga perbankan. Dengan begitu, bank bakal semakin mudah memangkas bunga kredit untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan memompa pertumbuhan ekonomi.

Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas juga sependapat dengan otoritas moneter. Suku bunga acuan baru ini lebih mencerminkan harga pasar yaitu berdasarkan persediaan dan permintaan. Kebijakan ini juga memungkinkan biaya dana (cost of fund) menjadi turun, sehingga lebih mudah bagi perbankan menggunting bunga simpanan dan bunga kredit.

Menurut Rohan, secara tidak langsung likuiditas perbankan akan meningkat. Dana yang selama ini terparkir di Surat Berharga Negara (SBN) ataupun obligasi korporasi, kini dapat disalurkan perbankan dalam bentuk kredit. “Yang selama ini uang parkir di obligasi akan lebih cair. Itu efek samping, bukan direct,” ujar dia kepada Katadata, Senin (18/4).

Seperti diketahui, pada akhir pekan lalu BI mengumumkan rencana mengubah suku bunga acuan dari BI rate menjadi BI seven day reverse repo rate. Kebijakan yang bakal mulai berlaku 19 Agustus mendatang itu dinilai lebih cocok sebagai acuan suku bunga di pasar keuangan karena instrumen yang ditransaksikan mayoritas bertenor pendek, mulai dari 1 bulan hingga kurang 1 tahun. Sementara BI rate saat ini lebih sesuai sebagai bunga acuan instrumen tenor setahun.

(Baca: BI Jamin Bunga Acuan Baru Tak Ganggu Target Inflasi dan Ekonomi)

Sekretaris Perusahaan Bank Tabungan Negara (BTN) Eko Waluyo memperkirakan likuiditas bank kemungkinan bertambah karena biaya untuk menyimpan atau meminjam dana dari BI akan lebih murah. Persediaan likuiditas yang cukup dengan harga yang menarik, tentunya akan mendorong bank menyalurkan kredit lebih besar. Dengan begitu, pembiayaan ke sektor riil semestinya akan lebih banyak.

Ekonom Bank Pembangunan Singapura (Development Bank of Singapore/DBS) Gundy Cahyadi berpendapat, kebijakan sebelumnya memang belum efektif mendorong penurunan suku bunga perbankan. Buktinya, kendati BI rate sudah turun tiga kali sebesar 0,75 persen sejak awal tahun ini, bunga bank tak lantas turun. Apalagi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya membatasi bunga deposito sebesar 0,75 sampai satu persen di atas BI Rate. Jadi, sulit mendorong bunga kredit turun lebih dari level tersebut.

(Baca: Per Agustus, BI Rilis Suku Bunga Acuan yang Lebih Membumi)

Meski begitu, BI seven day reverse repo rate belum tentu berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Kecuali, suku bunga acuan baru ini mendorong bunga kredit perbankan turun signifikan sehingga penyaluran kredit tumbuh lebih 15 persen di akhir tahun ini. “Menariknya, kerangka baru ini menekankan pada penurunan suku bunga kredit bank. Setidaknya pada tingkat psikologis, bunga kredit rata-rata hampir tidak bergerak menurun tahun ini meskipun BI rate sudah turun,” ujar Gundy.

Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi memaparkan dominasi instrumen semalam (overnight) dalam transaksi di pasar keuangan. Rata-rata transaksi harian di pasar keuangan saat ini sebesar Rp 12 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar 70 persen atau Rp 8-9 triliun merupakan transaksi uang overnight, Sedangkan transaksi instrumen bertenir sebulan hanya Rp 200 miliar. Adapun instumen satu tahun, bahkan hampir tidak pernah ditransaksikan.

Sementara posisi BI rate 6,75 persen saat ini lebih ekuivalen dengan instrumen setahun. “Faktanya di banyak negara, uang lebih aktif ditransaksikan di tenor pendek. Khususnya seminggu ke bawah. Perubahan basis tenor policy rate dari BI rate yang diacu instrumen setahun, menjadi yang acuannya seminggu,” kata Doddy.

(Baca: BI Rate Turun 3 Kali, BI Menilai Kebijakannya Belum Efektif)

Selain itu, kebijakan tersebut diharapkan bisa memperdalam pasar keuangan. Sebab, koridor bunganya akan dipersempit yakni dibatasi 0,75 persen untuk deposit facility rate dan lending facility rate. BI seven day reverse repo ditetapkan 5,5 persen, maka deposito facility rate atau batas bawah menjadi 4,75 persen dan lending facility rate atau batas atas 6,25 persen. Alhasil, bank yang meminjamkan kelebihan likuiditasnya ke bank lain akan memberikan bunga di bawah batasan tersebut.

Dengan adanya instrumen ini, bank diharapkan lebih nyaman dan aman menempatkan likuiditasnya di BI. Begitu juga bank menjadi lebih berani meminjam likuiditas ke bank sentral. Perubahan kebijakan ini untuk mempercepat transaksi repo sehingga BI akan mendorong bank-bank berpartisipasi dalam General Master Repo Agreement (GMRA). Termasuk memperkuat peran suku bunga Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) bagi terbentuknya struktur bunga di pasar uang.

Editor: Yura Syahrul

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...