Dana Cina, Grup Sinar Mas Peminjam Terbesar Tiga Bank Pemerintah

Muchamad Nafi
16 Maret 2016, 17:13
rupiah dolar arief.jpg
Arief Kamaludin|KATADATA

Indah Kiat merupakan perusahaan kertas dan kayu yang memproduksi hingga 100 ton per hari. Pada 1968, sebanyak 67 persen saham perusahaan ini dibeli oleh Sinar Mas Group atas instruksi Singgih Wahab Kwik atau disapa Kowik.

Selain Sinar Mas, di jajaran penerima kakap ada Grup Medco. Dari Bank Mandiri, PT Medco Energy International memperoleh US$ 245 juta. Masih dari bank yang sama, PT Medco Energi Internasional memperoleh kredit US$ 100 juta. Sehingga total plafon pinjaman mereka US$ 345 juta.

Presiden Direktur PT Medco Energi Internasional Hilmi Panigoro tak menampik kabar tersebut. Menurutnya dana baru ini dipergunakan untuk memenuhi sejumlah aksi korporasi perusahaannya. “Untuk akuisisi aset yang sudah berproduksi. Ini untuk yang baru,” katanya kepada Katadata.

Masih di sektor minyak dan gas, PT Saka Energy Indonesia pun kecipratan dana segar yang sumber awalnya dari Negeri Panda tersebut. Dari Bank Mandiri perusahan itu memperoleh pinjaman US$ 100 juta. Namun, Direktur Operasi Saka Energi Tumbur Parlindungan membantah kabar kucuran dana tersebut. (Baca: Cina Beri Utang Rp 40 Triliun untuk Tiga Bank BUMN).

Atas aliran dana tersebut, Direktur Utama BRI Asmawi Syam menjelaskan, CDB sempat khawatir pinjaman tersebut digunakan untuk spekulasi, yakni untuk membeli surat utang atau meminjamkan kembali ke bank lain. Saat peminjaman pada akhir tahun lalu nilai tukar rupiah memang melemah cukup dalam. Untuk itu, ada kesepakatan dalam grace periode atau tenggang waktu pembayaran cicilan selama tiga tahun. Untuk itu, pinjaman harus disalurkan dengan cepat kepada nasabah. Maka dari itu, perusahaan yang mendapat pinjaman ini pun merupakan nasabah lama.

“Perjanjian dan komitmen kami dengan CDB, infrastruktur atau bukan, itu tidak penting. Yang penting bagi CDB, kami tidak menunggak. Mereka juga berpikir ada refinancing. Jadi ada grace periode. Saat itu valas mendekati lampu merah. Kami perlu likuiditas. Jadi kami nego ke CDB ditarik lebih cepat. Kalau kami gunakan nasabah baru, bisa lama,” ujar Asmawi usai rapat di Gedung DPR, kemarin.

Jika dihitung, dari pinjaman senilai US$ 3 miliar, hanya sepertiganya yang diberikan ke sektor infrastruktur. Sedangkan sisanya mayoritas diserap oleh industri manufaktur dan perdagangan. BRI menyalurkan pinjaman senilai US$ 319,93 juta atau sekitar Rp 4,26 triliun ke infrastruktur. Nilai tersebut hanya 31,9 persen dari total pinjaman yang diterima BRI. Pinjaman untuk infrastruktur tersebut diberikan kepada  PT. Poso Energy Satu Pamona, PT. Bosowa Energi, dan PT. Kertanegara Energi Perkasa.

Bank Mandiri memberikan US$ 140,87 juta atau Rp 1,87 triliuk sektor infrastruktur. Porsi tersebut tak sampai seperempat dari yang diterima. Perusahaan infrastruktur yang menerima kredit dari Bank Mandiri yakni PT. Armada Maritim Offshore, PT. Sumber Petrindo Perkasa, dan PT. Dian Swastatika Sentosa. (Lihat pula: Skenario Berlapis Menambal Defisit: Utang Luar Negeri dan Pakai Sisa Anggaran).

Sedangkan BNI menyalurkan lebih dari setengah pinjamannya untuk infrastruktur. Yakni mencapai Rp 7,3 triliun. Perusahaan infrastruktur yang menerima yaitu Perum Perumnas, PT. Perusahaan Listrik Negara, Wijaya Karya, Waskita Beton Precast, Jasa Marga Bali Tol, Citra Citi Pasific, Misi Mulia Petronum, PT. Kertanegara Energi Perkasa, dan Ketapang Arya Power.

Halaman:
Reporter: Safrezi Fitra, Arnold Sirait, Yura Syahrul, Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...