Banyak Insentif untuk Jasa Keuangan, Dampaknya Tergantung Akhir Corona
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan banyak relaksasi di tengah pandemi Covid-19, baik untuk industri pasar modal sampai perbankan dan pembiayaan. Namun, pencapaian pemulihan ekonomi sangat bergantung pada waktu berakhirnya krisis kesehatan karena pandemi Covid-19.
Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan Indonesia masih akan menghadapi berbagai tantangan, seperti ketidakpastian perekonomian akibat pandemi dan kondisi geopolitik global. Lalu, tantangan dalam menjaga stabilitas keuangan di tengah upaya pemulihan ekonomi.
"Termasuk menjaga sentimen positif publik terhadap industri jasa keuangan dan implementasi program pemulihan ekonomi nasional (PEN) di lapangan," kata Anto dalam diskusi online yang digelar Selasa (22/9).
Alih-alih hanya menunggu kapan pandemi berakhir, OJK menilai perlu upaya untuk membangkitkan perekonomian agar tercipta V shape recovery, yaitu pemulihan yang solid dan cepat dengan membuka aktivitas masyarakat secara bertahap.
Untuk mempersiapkan aktivitas kembali masyarakat di tengah pandemi tersebut, salah satu fokus OJK ke depan adalah memperpanjang relaksasi restrukturisasi langsung lancar dan penetapan restrukturisasi hanya satu pilar. Penerapan ini sudah dilakukan OJK sejak Maret 2020 lalu melalui penerbitan POJK 11/2020 yang berlaku setahun alias berakhir Maret 2021 mendatang.
OJK mencatat, industri perbankan nasional sudah memberikan restrukturisasi kepada 7,19 juta kreditur terdampak Covid-19 dengan nilai mencapai Rp 863,62 triliun per 24 Agustus 2020. Realisasi tersebut berasal dari potensi kredit yang direstrukturisasi dengan nilai mencapai Rp 1.376,6 triliun dari 15,2 juta kreditur.
Dalam restrukturisasi ini, kreditur yang berasal dari sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi yang paling banyak yaitu 5,76 juta dengan nilai kredit yang direstrukturisasi Rp 355,17 triliun. Kendati demikian, nilai kredit yang direstrukturisasi dari sektor non-UMKM mencapai Rp 508,45 triliun yang berasal dari hanya 1,43 juta kreditur.
VP Economist Bank Permata Josua Pardede mengatakan, langkah restrukturisasi yang mayoritas diberikan kepada kreditur UMKM, memberikan napas tambahan kepada pelaku usaha. Sehingga, pelaku usaha bisa kembali mengalirkan inovasi lain di tengah tren perubahan dari konsumsi masyarakat.
"Perbankan perlu mendorong penyaluran kredit kepada beberapa sektor yang mempunya impact tinggi dari sisi permintaan. Termasuk sektor-sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dan menyumbang ekonomi dalam jumlah besar, termasuk UMKM," kata Josua pada kesempatan yang sama.
Adanya restrukturisasi ini, membuat kreditur yang seharusnya masuk ke golongan macet alias non-performing loan (NPL) menjadi sehat. Sehingga, program restrukturisasi ini dinilai bisa memperpanjang umur sektor usaha di lapangan.
Namun, ternyata berdasarkan data OJK, NPL industri perbankan per Juli 2020 tercatat ada di level 3,22% atau naik dari posisi Juni 2020 di level 3,11%. Selain itu, kredit yang disalurkan oleh industri perbankan hingga Juli 2020 hanya tumbuh 1,53% dibandingkan periode sama tahun lalu.
Menurut Ekonom Senior Indef Enny Sri Hartati, jika restrukturisasi sudah diberikan tapi pertumbuhan kredit masih terhitung rendah, maka instrumen ini tidak bisa berjalan parsial. Industri jasa keuangan, baik perbankan maupun pembiayaan, fokus pada sisi suplai agar usaha bisa bertahan di tengah pandemi.
"Tantangannya atau persoalan utama itu bukan soal likuiditas, tapi kesulitan mendapatkan demand dari masyarakat. Demand masyarakat ini tidak mungkin dari industri jasa keuangan," kata Enny.
Permintaan masyarakat akan kebutuhan kredit perlu didorong. Ini merupakan tugas pemerintah dari sisi efektivitas berbagai macam program-program stimulus yang sudah diberikan. Seperti program perlindungan sosial atau pun bantuan sosial.
OJK pun mencatat realisasi restrukturisasi yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan jumlahnya mencapai 4,54 juta kontrak dengan nilai outstanding-nya mencapai Rp 166,94 triliun. Jumlah ini berasal dari 5,16 juta kontrak permohonan restrukturisasi per 8 September 2020.
Selain itu, hingga Agustus 2020, lembaga mikro keuangan telah melakukan restrukturisasi senilai Rp 26,4 miliar. Sedangkan bank wakaf mikro pada periode yang sama, melakukan restrukturisasi senilai Rp 4,5 miliar.