JHT Baru Cair Usia 56 Tahun, Kinerja BPJS Ketenagakerjaan Jadi Sorotan

Lavinda
Oleh Lavinda
15 Februari 2022, 07:00
JHT
ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/foc.
Ilustrasi para pekerja pabrik.

Perubahan aturan terkait pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan menimbulkan polemik. Dalam aturan terbaru, dana JHT baru bisa dicairkan saat pegawai berusia 56 tahun. Padahal sebelumnya, pegawai dapat melakukan pencairan saat tak lagi bekerja, dengan persyaratan tertentu.

Beleid baru tertuang dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Menanggapi peraturan yang baru terbit ini, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat menduga BPJS Ketenagakerjaan sedang mengalami keterbatasan dana. Ia bahkan menuding BPJS Ketenagakerjaan tidak profesional dalam mengelola dana nasabahnya.

"Ada kemungkinan BPJS Ketenagakerjaan tidak memiliki dana yang cukup dari pengembangan dana peserta, sehingga berpotensi gagal bayar terhadap hak-hak pekerja yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan," ujar Mirah dalam keterangannya, Sabtu (12/2).

Sebenarnya, bagaimana pola pengelolaan investasi aset BPJS Ketenagakerjaan selama ini?

Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo memaparkan, per 31 Desember 2021, penempatan dana paling besar dialokasikan pada instrumen pendapatan tetap, baik surat utang maupun deposito, yakni 81,8%. Kemudian, instrumen berbasis ekuitas, baik saham maupun reksa dana sebanyak 17,8%, dan investasi langsung kurang dari 1%.

"Sebanyak 87,3% hasil investasi berasal dari instrumen pendapatan tetap, yakni deposito dan obligasi. Pasar modal dalam fase recovery (pemulihan) mulai kuartal III 2021," ujar Anggoro dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR RI membahas tata kelola penjaminan sosial dan rencana kerja 2022 pada 20 Januari 2022 lalu.  

Terkait evaluasi kinerja 2021, Anggoro mengatakan, dana investasi tumbuh 13,64% menjadi Rp 553,5 triliun. Nilai ini juga tercatat 102% dari target. Kendati demikian, hasil investasi hanya naik 9,37% menjadi Rp 35,36 triliun. Nilai tersebut tercatat 94,5% dari target. 

"Realisasi fresh fund (dana segar) pada 2021 hanya Rp 32,12 triliun atau menurun 4,35% dari fresh fund 2020 sebesar Rp 33,58 triliun. Investasi tetap naik 9,3%. Artinya, kami bisa mengelola fresh fund dengan return yang lebih baik," katanya.

Pada 2020, saat dimulainya pandemi Covid-19, realisasi kepesertaan aktif menurun menjadi 29,98 juta peserta, dari periode 2019 yang sebanyak 34,16 juta. Selanjutnya, tingkat kepesertaan aktif kembali naik tipis 2,27% pada 2021 menjadi 30,66 juta orang. Angka itu hanya 91,05% dari target.

Dalam presentasinya, Anggoro juga menyebutkan nilai iuran BPJS Ketenagakerjaan sepanjang 2021 naik 8% menjadi Rp 79,12 triliun. Jumlah ini tercatat 103,3% dari target. 

Di sisi lain, klaim jaminan melonjak drastis 17,69% pada 2021 menjadi Rp 42,89 triliun. Nilai ini tercatat 122,94% dari target.

Dalam paparannya, Anggoro menyatakan BPJS Ketenagakerjaan akan memperharikan peningkatan klaim jaminan, mengingat persentase realisasi klaim telah melebihi dari 100% target 2021.

"Ini karena kondisi pandemi Covid-19 yang menyebabkan terjadinya peningkatan klaim karena kematian," ujarnya.

Berdasarkan kesimpulan RDP, Komisi IX DPR RI mengingatkan kembali kepada BPJS Ketenagakerjaan tentang langkah investasi yang mempertimbangkan kehati-hatian, keamanan dana dengan hasil investasi yang memadai.

BPJS Ketenagakerjaan juga diminta menghindari penempatan investasi yang potensial menimbulkan kerugian, dan memberi laporan investasi secara periodik 6 bulan sekali mulai April 2022.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...