Aliran Dana ke ETF Bitcoin Dorong Laju Aset Kripto ke Rekor Baru
Harga Bitcoin naik 8% ke level US$61.272 atau Rp 955,8 juta (kurs Rp 15.600 per US$), pada Rabu (28/2). Ini merupakan level tertinggi Bitcoin sejak November 2021 ketika mencapai rekor di bawah US$70.000.
Arus modal investor yang berbondong-bondong masuk ke ETF Bitcoin spot di Bursa Amerika Serikat (AS) menjadi pendorong rekor baru mata uang kripto tersebut. Sepanjang Februari, kenaikan harga Bitcoin telah mencapai 42% dan berada di jalur kenaikan bulanan terbesar sejak Desember 2020. Sejak 21 Februari, Bitcoin sudah naik 18,5% dan mencatat kenaikan mingguan terbesar dalam satu tahun.
Para pialang (trader) memburu Bitcoin menjelang peristiwa halving pada bulan April. Halving adalah sebuah proses yang dirancang untuk memperlambat pelepasan mata uang kripto. Selain itu, prospek Federal Reserve yang akan melakukan serangkaian penurunan suku bunga tahun ini telah mendorong minat investor terhadap aset-aset berimbal hasil lebih tinggi atau aset-aset yang lebih fluktuatif.
"Bitcoin didorong oleh dukungan arus masuk yang konsisten ke dalam ETF spot baru dan prospek untuk peristiwa halving bulan April dan penurunan suku bunga The Fed bulan Juni," kata Ben Laidler, ahli strategi pasar global di platform investasi ritel eToro, seperti dikutip Reuters, Kamis (29/2).
Coinbase Global, platform pertukaran kripto terbesar di AS, mengatakan mereka sedang menyelidiki masalah yang menyebabkan beberapa pengguna melihat saldo nol di akun mereka pada Rabu (28/2). CEO Coinbase Brian Armstrong mengatakan dalam unggahan di X bahwa pertukaran kripto berurusan dengan lonjakan lalu lintas yang besar.
Menurut platform kripto CoinGecko, nilai kapitalisasi pasar semua Bitcoin yang beredar telah mencapai US$2 triliun atau sekitar Rp 31,2 kuadriliun pada bulan ini. Sementara harga token itu sendiri telah berlipat ganda hanya dalam waktu empat bulan.
Reksa dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) Bitcoin yang lebih besar telah mengalami peningkatan minat minggu ini. Tiga yang paling populer, yang dijalankan oleh Grayscale, Fidelity, dan BlackRock telah mengalami lonjakan volume perdagangan.
"Pada dasarnya, kami melihat efek ETF lebih cepat dari jadwal... Kami pikir ini mencerminkan para penasihat yang keluar dengan sangat cepat untuk mulai menjual ETF kepada klien," kata Joseph Edwards, kepala penelitian di Enigma Securities.
Data LSEG menunjukkan arus masuk dana ke 10 ETF bitcoin spot terbesar menghasilkan US$420 juta atau sekitar Rp 6,55 triliun pada hari Selasa (27/2) saja. Ini merupakan arus dana yang terbesar dalam hampir dua pekan terakhir.
"Jika US$60.000 tidak membangkitkan selera, pertimbangkan 70% pasokan Bitcoin tetap tidak bergerak selama setahun, dan sedikit yang tersisa sedang dikeruk oleh orang-orang seperti BlackRock dan Fidelity, sama seperti imbalan untuk penambang yang akan dipangkas menjadi dua," kata salah satu pendiri bursa kripto Nexo, Antoni Trenchev.
Investor kripto dan perusahaan perangkat lunak MicroStrategy, minggu ini dan mengungkapkan bahwa mereka baru saja membeli sekitar 3.000 bitcoin seharga US$155 juta atau Rp 2,4 triliun. Sementara itu, platform media sosial Reddit mengatakan bahwa mereka telah membeli sejumlah kecil Bitcoin dan Ether.
Sementara itu, mata uang kripto terbesar kedua di dunia, Ether, yang mendukung jaringan blockchain ethereum, naik 3,2% menjadi US$3.353 atau Rp 52,31 juta. Sehari sebelumnya, Ether mencapai level tertinggi dalam dua tahun terakhir. Harga Ether telah naik 47% di bulan Februari.
Beberapa investor berharap regulator AS akan menyetujui aplikasi untuk ETF berdasarkan spot Ether. Edwards dari Enigma Securities mengatakan bahwa kenaikan ini cukup didukung dengan baik.
"Tentu saja tidak ada perasaan gila terhadap siapa yang membeli dan mengapa - Ether yang menguat juga menunjukkan lingkungan yang lebih terukur - tetapi setidaknya ada sedikit fear of missing out (FOMO) yang terjadi saat ini," ujar Edwards.