Laba Bersih BCA Naik Rp 36 T hingga Agustus 2024, Bagimana Prospeknya ke Depan?
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) membukukan kinerja positif hingga Agustus 2024. Laba bersih BBCA sepanjang delapan bulan ini mencapai Rp 36 triliun atau melonjak 13,5% secara tahunan (yoy).
Lead Investment Analyst Stockbit Sekuritas, Rahmanto Tyas Raharja menyebut kinerja baik ini didorong oleh beberapa faktor, seperti pertumbuhan kredit yang kuat, margin bunga bersih (NIM) yang tetap tinggi, dan biaya kredit yang terkendali dengan baik.
Selain itu, ia menyampaikan kredit BCA juga terus bertumbuh. Hingga Agustus 2024, kredit BCA tumbuh sebesar 15,6% dibandingkan tahun lalu, lebih tinggi dibandingkan Juli 2024 yang tumbuh 14,5%.
Pertumbuhan ini melampaui target manajemen untuk 2024 yang berada di kisaran 9–10% dan kredit bulanan juga naik 1,2%.
“Kami menilai pertumbuhan kredit ke depan akan semakin mendekati target guidance,” kata Rahmanto dalam risetnya, dikutip Rabu (25/9).
Adapun margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) BBCA pada Agustus 2024 turun menjadi 5,90% dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 5,96%. Meskipun terjadi penurunan, ia menyebut angka ini tetap menjadi yang tertinggi kedua di 2024.
Secara keseluruhan, Rahmanto menilai NIM selama delapan bulan pertama 2024 berada di level 5,7%, lebih tinggi dari target manajemen yang berkisar antara 5,5–5,6%.
Profitabilitas ini juga didukung oleh rasio Current Account and Savings Account (CASA) BCA yang stabil.
Kemudian biaya kredit atau credit cost juga terjaga dengan baik. Pada Agustus 2024, credit cost mencapai 0,18%, naik sedikit 4 bps secara bulanan, tetapi turun 5 bps secara tahunan. Selama delapan bulan pertama 2024, Rahmanto menyebut credit cost membaik ke level 0,24%, lebih rendah dari target manajemen yang diperkirakan di kisaran 0,3–0,4%.
“Penurunan beban provisi sebesar 25,2% yoy hingga Agustus 2024 menjadi Rp1,3 triliun, menunjukkan bahwa pengelolaan kualitas kredit tetap terjaga,” ucapnya.
Namun, Rahmanto mengatakan penurunan laba bersih BBCA secara bulanan sebesar 6,4% disebabkan oleh tidak adanya penerimaan dividen dari anak usaha pada Agustus 2024.
Sebagai perbandingan, kata Rahmanto, pada Juli 2024, BBCA menerima dividen dari anak usaha sebesar Rp 343 miliar.
Meskipun dividen tersebut tercatat sebagai pendapatan non-bunga (non-interest income) pada laporan keuangan bank saja (bank only), ia menilai penerimaan ini tidak akan muncul pada laporan keuangan konsolidasi karena akan dieliminasi.