Analis Wall Street Prediksi Harga Emas Bisa Sentuh Rp 45,28 Juta per Ounce
Para analis di Wall Street memprediksi harga emas akan naik lebih tinggi pada 2025. Survei Financial Times terhadap sejumlah bank dan perusahaan pemurnian logam mulia menunjukkan harga emas diprediksi akan menyentuh US$ 2.795 (Rp 45,28 juta) per ounce pada 2025.
Potensi kenaikan harga emas itu sekitar 7% di atas level saat ini. Logam mulia ini diperkirakan akan terus mendapatkan keuntungan dari pembelian oleh bank-bank sentral global. Bank-bank sentral telah melakukan diversifikasi dari dolar sejak Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi terhadap Rusia setelah invasi skala penuh ke Ukraina pada tahun 2022.
Pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve AS, kekhawatiran tentang meningkatnya tingkat utang pemerintah AS di bawah presiden terpilih Donald Trump, serta konflik di Timur Tengah dan Ukraina juga diperkirakan akan mengangkat harga logam mulia. Faktor-faktor tersebut berada di balik kenaikan tahunan terbesar emas batangan sejak 2010.
“Kami pikir bunga bank sentral akan menjadi dasar yang kuat untuk pembelian tahun depan,” kata Henrik Marx, Kepala Perdagangan Global di Heraeus Precious Metals, kepada Financial Times, Kamis (2/1).
Ia memperkirakan harga emas dapat menyentuh level tertinggi US$ 2.950 (Rp 47,79 juta) per ounce tahun ini. Satu ounce setara dengan 28,35 gram.
Ia menambahkan, masa jabatan presiden kedua Trump juga kemungkinan akan mendukung harga emas. “Apapun yang dia umumkan akan meningkatkan utang, yang menyebabkan pelemahan dolar AS dan peningkatan inflasi. Hal itu biasanya merupakan perpaduan yang bagus untuk emas,” kata Marx.
World Gold Council dalam laporannya menyebut pertumbuhan harga emas tahun ini akan positif tetapi jauh lebih moderat dibandingkan dengan tahun lalu.
Proyeksi Optimistis dan Pesimistis
Proyeksi paling optimistis di antara bank-bank yang disurvei datang dari Goldman Sachs. Goldman Sachs memperkirakan harga emas akan mencapai US$ 3.000 (Rp 48,6 juta) pada akhir 2025. Bank ini mengutip permintaan bank sentral dan ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed.
Adapun proyeksi yang paling pesimistis berasal dari Barclays dan Macquarie. Keduanya memperkirakan emas akan merosot menjadi sekitar US$ 2.500 (Rp 40,5 juta) per ounce pada akhir 2025. Proyeksi itu menunjukkan penurunan harga emas sekitar 4% dari level saat ini.
“Perkiraan dasar kami hingga tahun 2025 adalah emas pada awalnya akan menghadapi tekanan berkelanjutan dari penguatan dolar AS, tetapi didukung oleh pembelian fisik yang membaik dan permintaan sektor resmi yang stabil,” tulis analis Macquarie, dalam pandangan akhir tahun mereka, seperti dikutip Financial Times.
Bank-bank sentral global membeli 694 ton emas selama sembilan bulan pertama tahun 2024. People's Bank of China atau Bank Sentral Cina mengumumkan pada November 2024 bahwa mereka melanjutkan pembelian emas setelah jeda selama enam bulan.
Penurunan suku bunga AS telah berkontribusi pada reli emas pada paruh kedua tahun lalu, dan laju pemangkasan lebih lanjut dapat menjadi sangat penting bagi prospek logam mulia ini. Harga emas sedikit turun setelah Fed menurunkan suku bunga pada bulan Desember. Namun, The Fed mengindikasikan pemangkasan suku bunga tahun ini akan lebih lambat dari yang diperkirakan sebelumnya.
Emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil. Emas biasanya diuntungkan oleh suku bunga yang lebih rendah, karena biaya peluang untuk memilikinya lebih kecil.
Kemenangan pemilu Trump pada November lalu menjadi salah satu skenario yang paling menguntungkan untuk emas. Peningkatan belanja fiskal AS dan meningkatnya ketidakpastian geopolitik menjadi faktor pendorong kenaikan harga emas.
“Momentum kembali mengambil alih, dikombinasikan dengan ketegangan geopolitik, yang akan menambah lebih banyak bahan bakar ke dalam api,” kata Michael Haigh, Kepala Riset Komoditas Société Générale. Ia memperkirakan harga emas akan naik menjadi US$ 2.900 (Rp 46,98 juta) per ounce pada akhir 2025.