Gubernur BI Ungkap Alasan Investor Alihkan Investasi ke Emas dan Obligasi

Ringkasan
- 90% barang kiriman luar negeri berasal dari perdagangan elektronik (e-commerce) dan diatur oleh PMK Nomor 96 Tahun 2023.
- Barang kiriman yang dikirim melalui penyelenggara pos diklasifikasikan menjadi barang hasil perdagangan dan selain hasil perdagangan.
- Importir harus mengisi data secara benar untuk menghindari sanksi administrasi berupa denda, dan dapat mengajukan keberatan atas penetapan sanksi kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu secara tertulis melalui portal elektronik.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengungkapkan saat ini aliran modal yang biasanya terkonsentrasi ke pasar keuangan Amerika Serikat mulai beralih. Ia menyebut, investor banyak yang mulai beralih kepada aset seperti emas dan obligasi.
Menurut Perry peralihan itu terjadi lantaran adanya ketidakpastian ekonomi dan politik global. “Dan memang pengenaan tarif impor oleh Amerika Serikat itu berdampak ke banyak negara,” kata Perry dalam konferensi pers RDG Bulanan BI Maret 2025, Rabu (19/3).
Ia menambahkan, dampak tersebut terasa di pasar keuangan. Perry mengatakan, saat ini obligasi yang dimiliki oleh pemerintah maupun swasta sudah mulai ada pergeseran.
“Ini mulai balik ke emerging market. Tapi yang besar adalah pergeseran ke emas, investasi ke emas,” ujar Perry.
Lebih jauh Perry menjelaskan, adanya pergeseran investasi portofolio global yang sebelumnya berbondong-bondong ke Amerika Serikat kini beralih ke obligasi. Menurut Perry, aliran modal asing semakin banyak keluar dari Amerika Serikat itu membuat indeks mata uang dolar AS melemah. Hal ini juga diikuti turunnya imbal hasil surat utang AS.
“Melemahnya indeks mata uang dolar AS ini di tengah ketidakpastian penurunan Fed Fund Rate," ucap Perry.
Pertumbuhan Ekonomi Global Melambat
Perry juga mengungkapkan kebijakan tarif impor di Amerika Serikat berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat. Hal ini terjadi di tengah meningkatnya pemberian insentif fiskal, sementara laju penurunan inflasi tidak secepat yang diprakirakan.
“Ekonomi Eropa, Jepang, dan India juga terkena dampak rambatan kebijakan tarif impor AS tersebut di tengah permintaan domestik yang belum meningkat akibat keyakinan usaha yang rendah dan ekspor yang melambat,” ujar Perry.
Sementara itu, pelemahan pertumbuhan ekonomi Cina sebagai akibat kebijakan tarif impor AS tertahan dengan kebijakan pelebaran defisit fiskal 2025 dari yang ditargetkan. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia pada 2025 diperkirakan mencapai 3,2%.