BI Tahan Suku Bunga 4,75% di Tengah Tekanan Global dan Risiko Inflasi
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan (BI Rate) di level 4,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar pada 21–22 September 2025. Suku bunga deposit facility tetap sebesar 3,75%, sedangkan lending facility bertahan di 5,50%.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan keputusan tersebut diambil dengan mempertimbangkan kondisi inflasi yang tetap terjaga rendah, sekaligus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah tekanan global.
“Keputusan ini diambil untuk menjaga stabilitas,” ujar Perry dalam konferensi pers, Rabu (22/9).
Ia menjelaskan, keputusan tersebut konsisten dengan perkiraan inflasi 2025–2026 yang masih berada dalam kisaran sasaran 2,5% plus minus 1%, serta untuk memperkuat stabilitas rupiah di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi.
“Kami akan mencermati kebijakan moneter longgar yang ditempuh, termasuk perkembangan inflasi dan nilai tukar rupiah dalam membaca ruang pemangkasan suku bunga,” kata Perry.
Sepanjang 2025, BI telah memangkas suku bunga acuannya sebanyak lima kali, masing-masing sebesar 25 basis poin (bps) pada Januari, Mei, Juli, Agustus, dan September. Dengan demikian, total penurunan suku bunga BI pada tahun ini telah mencapai 125 bps.
Sesuai Proyeksi Ekonom
Keputusan BI untuk menahan suku bunga sejalan dengan pandangan sejumlah ekonom. Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Teuku Riefky, menilai BI memang sebaiknya menahan suku bunga di tengah potensi tekanan inflasi yang meningkat.
“Indonesia saat ini menghadapi tekanan inflasi dan kemungkinan akan meningkat menjelang musim liburan akhir tahun,” kata Riefky, Rabu (22/10).
Menurutnya, inflasi umum tercatat naik menjadi 2,65% secara tahunan (yoy) pada September 2025. Kenaikan tersebut terutama didorong oleh harga pangan bergejolak, seperti cabai merah dan ayam broiler.
Riefky menilai, kebijakan BI yang cukup agresif dalam memangkas suku bunga tahun ini, ditambah dengan program pembiayaan kuasi pemerintah, mulai menimbulkan sinyal fiscal dominance atau dominasi kebijakan fiskal terhadap moneter.
“Tanda-tanda dominasi fiskal telah dirasakan investor, yang memicu arus keluar modal dan depresiasi rupiah yang cepat,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai BI masih memiliki ruang untuk kembali memangkas suku bunga, namun kemungkinan besar akan dilakukan secara hati-hati.
“BI cenderung mempertimbangkan pemangkasan BI-Rate sebesar 25 basis poin ke 4,5%,” kata Josua.
Meski begitu, Josua menilai BI juga bisa menahan suku bunga sementara waktu jika tekanan di pasar keuangan meningkat menjelang keputusan The Federal Reserve (The Fed).
