Danantara Kaji Skema DME Pengganti LPG, Harga Masih Butuh Intervensi Pemerintah

Tia Dwitiani Komalasari
10 Desember 2025, 18:25
Apa Itu Gas DME Pengganti Tabung Gas LPG?
Infografis detikcom/Luthfy Syahban
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Danantara Indonesia tengah berdiskusi dengan Satuan Tugas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional untuk mencari alternatif skema proyek hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME). Produk DME ini nantinya ditujukan sebagai pengganti liquified petroleum gas (LPG).

“Kami sedang berdiskusi apakah LPG bisa digantikan secara penuh dengan DME atau digantikan bertahap dengan komposisi 20%, 40%, atau 50% DME,” kata Senior Director Oil, Gas, Petrochemical Danantara Indonesia Wiko Migantoro dalam acara Rembuk Energi dan Hilirisasi 2025 di Pos Bloc, Jakarta, Rabu (10/12).

Ia menjelaskan bahwa Danantara saat ini masih dalam tahap penyelesaian studi kelayakan (FS) yang nantinya akan dikomunikasikan dengan Satgas. Studi tersebut diperlukan untuk menentukan pola distribusi dan komersialisasi yang ideal.

Menurut Wiko, masih banyak hal yang harus dibahas agar harga gas DME dapat memenuhi ekspektasi masyarakat. Jika DME dilepas tanpa intervensi pemerintah, harganya diperkirakan sedikit lebih mahal dibandingkan LPG sehingga berpotensi menambah kebutuhan subsidi.

“Kami sedang cari polanya seperti apa. LPG sekarang disubsidi. Kalau gambaran harganya kira-kira sama, maka DME juga akan memerlukan subsidi,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Wiko juga menjelaskan upaya Danantara membangun ekosistem hilirisasi energi primer, termasuk hilirisasi batu bara menjadi DME. Untuk kebutuhan pasokan batu bara, Danantara akan bekerja sama dengan MIND ID, holding BUMN pertambangan.

“MIND ID sedang dicanangkan untuk membangun pabrik DME, dan Pertamina juga siap berpartisipasi,” katanya.

Setelah DME diproduksi, produk tersebut akan dipasarkan Pertamina yang memiliki jaringan distribusi lebih dari 7.000 SPBU dan 15.000 ritel.

“Mudah-mudahan dengan upaya yang kami lakukan ini, ketergantungan terhadap impor dapat berkurang dengan memaksimalkan sumber daya domestik,” ujar Wiko.

Proyek DME termasuk dalam 18 Proyek Prioritas yang sebelumnya telah mendapatkan penyerahan Dokumen Pra Studi Kelayakan (FS) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kepada Danantara.

Rinciannya, 18 proyek tersebut terdiri atas 8 proyek hilirisasi mineral dan batu bara, 2 proyek transisi energi, 2 proyek ketahanan energi, 3 proyek hilirisasi pertanian, serta 3 proyek hilirisasi kelautan dan perikanan. Untuk sektor hilirisasi minerba, 6 proyek di antaranya merupakan hilirisasi batu bara dengan nilai mencapai Rp 164 triliun. Proyek-proyek tersebut direncanakan berlokasi di Bulungan, Kutai Timur, Kota Baru, Muara Enim, Pali, dan Banyuasin.

Dua Opsi Investor Garap Proyek DME

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia sebelumnya mengatakan saat ini ada dua opsi calon investor penggarap DME. Satu berasal dari Cina, lalu yang kedua adalah investor gabungan antara Korea Selatan dan Eropa. 

Namun demikian, hingga saat ini belum ada keputusan final terkait investor mana yang akan menggarap proyek hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME). Proyek ini ditargetkan mulai berjalan lagi pada 2026.

“Kami belum finalkan (investor) DME, sekarang kami sedang lakukan studi kelayakan (FS) dengan teknologinya,” kata Bahlil saat ditemui usai acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia, Selasa (28/10). 

Bahlil menjelaskan meskipun belum ada investor, rencana proyek ini tidak menghadapi masalah. Sebab, bahan baku hilirisasi menjadi DME adalah batu bara dengan nilai kalori rendah yang jumlah cadangannya banyak di Indonesia.

“Teknologinya sekarang sudah jauh lebih efisien, semakin lama teknologi juga berinovasi jadi lebih baik,” ucapnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Mela Syaharani

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...