Waskita akan Jual Aset untuk Bayar Utang Bank Rp 29 T dalam Lima Tahun
PT Waskita Karya Tbk (Persero) mendapat perpanjangan jangka waktu kredit hingga lima tahun dengan bunga kompetitif dari 21 bank. Dengan total utang bank Rp 29,2 triliun yang sudah direstrukturisasi, bagaimana strategi Waskita membayar kewajibannya tersebut dalam lima tahun ke depan?
Direktur Utama Waskita Destiawan Soewardjono mengatakan, utang bank tersebut terdiri dari, kredit investasi, pinjaman modal kerja, dan pinjaman untuk ekuitas. Waskita akan berupaya membayar utang, salah satunya dengan melakukan divestasi sejumlah aset yang dimilikinya.
"Kalau kredit investasi, begitu kami melakukan divestasi, maka akan terjadi dekonslidoasi pinjaman. Kami bisa mengembalikan pinjaman ekuitasnya. Kemudian utangnya secara otomatis beralih ke investor yang baru," kata Destiawan dalam konferensi pers virtual, Senin (20/9).
Saat ini Waskita tengah merampungkan divestasi pada aset jalan tol ruas Cibitung-Tanjung Priok dengan Pelindo II. Destiawan berharap transaksi ini bisa selesai pada Oktober 2021, sehingga bisa membantu Waskita dalam kredit investasi.
Ruas lainnya yang akan didivestaskan adalah jalan tol ruas Cimanggis-Cibitung. Investor masih melakukan uji tuntas atau due diligence dan diharapkan transaksi divestasi ini bisa selesai pada tahun ini.
Destiawan mengaku divestasi tol Cimanggis-Cibitung bukan bagian rencana tahun ini. Tapi, ia bersyukur dan berharap divestasi bisa dilakukan secepatnya agar beban bunga yang ditanggung Waskita tidak semakin besar di kemudian hari.
Divestasi sejumlah kepemilikan di jalan tol, merupakan upaya Waskita untuk melakukan transformasi bisnis juga. Waskita mengubah fokus dari yang sebelumnya melakukan investasi di jalan tol, kali ini porsi investasinya hanya pada kapasitas minoritas saja.
Optimisme Waskita membayar utang lima tahun mendatang juga datang karena jaminan pemerintah untuk memberikan modal kerja yang digunakan untuk menyelesaikan proyek-proyek konstruksi yang didapat dari pemerintah dan sesama perusahaan pelat merah.
"Kalau ini sudah terlaksana, maka secara otomatis, pendapatan dari penyelesaian proyek-proyek akan kami gunakan untuk mengembalikan kredit modal kerja," kata Destiawan.
Ia mengatakan, Waskita fokus pada proyek-proyek konvensional yang ditenderkan oleh pemerintah dan BUMN dengan sistem pembayaran bulanan dan meminta uang muka. Destiawan optimis cara tersebut bisa membantu alur kas perusahaan konstruksi milik pemerintah ini ke depannya.
Dengan Waskita fokus dengan tender-tender yang konvensional itu, maka akan mengurangi keperluan modal kerja. Tetapi, Waskita tetap membutuhkan dukungan dari perbankan. Destiawan yakin perbankan masih mau memberikan pinjaman karena Waskita masuk ke proyek pemerintah yang membuat arus kas tetap berjalan.
"Kami juga perlu melakukan efisiensi untuk mengupayakan peningkatan pendapatan perusahaan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi perusahaan," kata Destiawan.
Waskita menargetkan kinerja positif dengan pertumbuhan Compound Annual Growth Rate (CAGR) mencapai 25% dalam rentang tiga sampai lima tahun ke depan. Adapun pada semester I 2021, perseroan mencatatkan laba bersih Rp 33,4 miliar atau melonjak 12,5% dari periode yang sama 2020.
Waskita baru saja mendapat persetujuan restrukturisasi utang senilai Rp 29,2 triliun dari 21 bank. Meski begitu, masih ada sejumlah kewajiban yang belum berhasil direstrukturisasi oleh emiten konstruksi milik pemerintah tersebut.
Total utang Waskita secara konsolidasi mencapai Rp 90 triliun. Dari nilai tersebut, kredit perbankan yang ingin direstrukturisasi tercatat senilai Rp 58 triliun. Namun, sampai saat ini, perusahaan baru merestrukturisasi utang bank totalnya senilai Rp 50,3 triliun. Jadi, masih tersisa sekitar Rp 7,7 triliun utang bank yang belum direstrukturisasi.
"Utang senilai Rp 50,3 triliun sudah selesai dilaksanakan (restrukturisasi) atau setara sekitar 85,1% dari total utang bank," kata Destiawan.
Seperti diketahui, 21 bank yang sepakat untuk melakukan restrukturisasi pada Waskita adalah Bank Mandiri, BRI, BNI, Bank Syariah Indonesia, BTPN, Bank DKI, dan Bank BJB. Lalu ada pula Bank Panin, Bank Permata, Bank Shingan, KEB Hana, Bank CTBC Indonesia, Maybank, BNP Paribas, UOB Indonesia, Bank SBI Indonesia, Bank Resona Perdania, Bank QNB, Bank of hina, Bank OCBC NISP, dan Bank CCB Indonesia.