Bumi Resources Kucurkan Belanja Modal Rp 190 Miliar ke Dua Anak Usaha
PT Bumi Resources Tbk tidak menganggarkan belanja modal sebesar US$ 13,3 juta atau sekitar Rp 190,4 miliar (Asumsi kurs Rp 14.318/US$) pada tahun depan. Dana tersebut akan digunakan untuk kebutuhan dua anak usahanya, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia.
Direktur Bumi Resources R.A. Sri Dharmayanti mengatakan, belanja modal yang dialokasikan untuk KPC sebesar US$ 9,8 juta, sedangkan untuk PT Arutmin Indonesia US$ 3,5 juta.
Menurut Dharmayanti, perseroan optimistis kinerja operasional akan meningkat. Hal ini dicapai dengan memanfaatkan peluang harga batu bara yang masih di atas level US$ 100 per ton untuk menaikkan rasio kupasan atau stripping ratio.
Stripping ratio merupakan perbandingan jumlah tanah kupasan penutup batubara dalam satuan meter kubik padat yang harus dibuang untuk menghasilkan 1 ton batubara.
"Untuk menaikkan stripping ratio, perseroan sudah menggunakan kontraktor yang handal di KPC dan Arutmin, sehingga bisa mendukung produksi sesuai yang perseroan harapkan," kata Dharmayanti dalam paparan publik perseroan, Selasa (14/12).
Hingga kuartal III 2021, stripping ratio Bumi Resources turun 7% secara tahunan dari 7,9 bank cubic meter per ton (Bcm/ton) menjadi 7,4 Bcm/ton. Secara rinci, rasio striping di KPC turun dari 8,9 Bcm/ton menjadi 8,6 Bcm/ton, sedangkan di Arutmin merosot dari 5,4 Bcm/ton menjadi 3,8 Bcm/ton.
Pada 2022, perseroan menargetkan total produksi volume batu bara dapat mencapai 90 juta ton. Secara rinci, KPC ditargetkan dapat memproduksi sebanyak 61 juta ton, sedangkan di Arutmin sekitar 29 juta ton.
Adapun, harga batu bara pada 2022 diramalkan akan terkoreksi, tapi masih di atas level US$ 100 per ton. Perseroan memproyeksikan harga batu bara akan akan bergerak di rentang US$ 140 - US$ 160 per ton.
Di samping itu, permintaan batu bara dari China dan India dinilai cukup bagus pada tahun depan, seiring dengan membaiknya penanganan pandemi Covid-19 di dalam dan luar negeri. Permintaan batu bara juga akan didorong dari pembangkit listrik.
"Harga oil and gas masih di atas US$ 30 per ton, sehingga ini mendorong pembangkit listrik beralih ke batu bara," kata Dharmayanti.
Di sisi lain, strategi itu berpotensi gagal jika KCP tidak mendapatkan kontrak izin perpanjangan usaha tambang.
Kontrak yang dimaksud adalah Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) Generasi I menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Hal ini penting lantaran KPC berkontribusi 74,48% dari total volume penjualan batu bara perseroan hingga kuartal III-2021. Selain itu, FoB batu bara asal KPC mencapai US$ 69,6 per ton pada Januari-September 2021, sedangkan FoB konsolidasi BUMI hanya mencapai US$ 62,8 per ton.
"Perseroan telah memenuhi semua persyaratan yang harus disiapkan untuk memperoleh perpanjangan (kontrak pertambangan) KPC. Saat ini perseroan tinggal menunggu surat keputusan dari pemerintah," kata Dharmayanti.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batu Bara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Sujatmiko mengatakan pihaknya sedang mengevaluasi permohonan perpanjangan kontrak KPC. Menurutnya, surat perpanjangan kontrak akan diterbitkan pada bulan ini jika dokumen yang diberikan memenuhi aturan yang ada.
Selain itu, Kementerian ESDM juga tengah mengevaluasi Rencana Pengembangan Seluruh Wilayah (RPSW) perusahaan. Evaluasi tersebut dilakukan untuk menjadi dasar Menteri ESDM memutuskan seberapa besar wilayah yang nantinya akan diberikan untuk KPC.
"Artinya evaluasi luasnya berdasarkan evaluasi yang dilakukan tim terpadu baik kami dari minerba maupun asosiasi," kata Sujatmiko.
Berdasarkan data Stockbit, emiten industri batu bara berkode BUMI ini beberapa kali berada di zona merah. Saham BUMI tecatat memiliki dua lonjakan tahun ini, yakni pada Januari dan Oktober.
Saham BUMI menyentuh titik tertingginya tahun ini di level Rp 130 per saham pada 18 Januari 2021. Adapun titik terendahnya ada di posisi Rp 52 per saham per 27 Agustus 2021. Secara tahun berjalan, saham BUMI turun 2 poin atau melemah 2,78% menjadi Rp 70 per saham.
Rasio harga saham terhadap laba atau price to earning (PE) BUMI saat ini ada di titik terendah atau sebanyak minus 2,99 kali.