Kucurkan Rp 240 Miliar, INA Kini Genggam 5% Saham Mitratel
Lembaga Dana Abadi Indonesia bernama Indonesia Investment Authority (INA) menggelontorkan dana Rp 240,68 miliar untuk menambah kepemilikan saham PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (Mitratel) pada 22 November - 13 Desember 2021. Saham yang dibeli sebanyak 0,37% atau 308,46 juta saham perusahaan, pada rentang harga Rp 759 - Rp 793 per saham.
Saat ini, jumlah saham Mitratel yang dimiliki INA telah mencapai 4,17 miliar saham atau 5% dari total saham. Sebelumnya, kepemilikan saham Mitratel oleh INA mencapai 3,87 miliar saham atau sekitar 4,63% dari total saham perusahaan.
"Tujuan transaksi (adalah) investasi jangka panjang. Persentase saham sesudah transaksi 5% (dengan) status kepemilikan saham tidak langsung," tulis VP Investor Relation MTEL Rendyansyah Jovian dalam keterbukaan informasi di laman resmi Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (20/12).
Sebelumnya, Analis Verdhana Sekuritas Indonesia Nicholas Santoso dan Raymond Kosasih merekomendasikan buy untuk emiten berkode MTEL ini di harga Rp 1.200 per saham. Angka itu dipilih dengan asumsi EV/Ebitda perseroan sekitar 18,1 kali.
EV/EBITDA adalah rasio valuasi untuk menentukan tinggi atau rendahnya harga sebuah saham. Investor dapat menentukan hal itu dengan membandingkan EV/EBITDA sebuah emiten dengan EV/EBITDA industri maupun perusahaan sejenis lain.
Berdasarkan data Simpliwallst, harga MTEL saat ini undervalue jika melihat rasio price to earning (PER) sebanyak 55,49 kali. Adapun, PER industri menara telekomunikasi saat ini adalah, 22,1 kali, sedangkan PER pasar di posisi 21,3 kali.
Analis SSI Yoshua Zisokhi menghitung EV/EBITDA MTEL di posisi harga Rp 775 per saham adalah 15,8 kali pada tahun ini. Pada tahun depan, angka itu akan menyusut menjadi 11,4 kali.
Namun demikian, EV/EBITDA Mitratel cukup tinggi jika dibandingkan dengan emiten lain seperti PT Sarana Menara Nusantara Tbk. atau TOWR dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. atau TBIG. Pada tahun ini, menurut Yoshua, EV/EBITDA TOWR mencapai 11,5 kali, sedangkan TBIG adalah 16,8 kali.
Di sisi lain, Yoshua menemukan kondisi keuangan MTEL cukup sehat dengan rasio debt to equity ratio (DER hanya 0,9 kali pada semester I-2021. Sementara itu, rasio net debt/EBITDA hanya 2,3 kali.
"Kondisi keuangan yang sehat tentu akan mendukung ekspansi perseroan. Langkah ekspansi tentu akan mudah dicapai setelah mendapat dukungan dana hasil IPO dengan target penggunaan untuk akuisisi 6.000 menara baru," tulis Yoshua dalam risetnya.
Hingga akhir tahun ini, jumlah tenant Mitratel diprediksi mencapai 36.507 entitas. Angka itu diramalkan bertambah menjadi 42.016 pada tahun depan.
Artinya, rasio kolokasi pada 2022 mencapai 1,5 kali dengan rincian 1,39 kali di luar Pulau Jawa dan 1,64 kali di Pulau Jawa. Adapun, 57,3% menara perseroan berada di luar Pulau Jawa.
Mitratel saat ini memiliki pangsa pasar industri menara telekomunikasi domestik hingga 24%. Angka itu naik dari posisi 2018 di level 17%.