MNC Investama Ungkap Alasan Lego Usaha Batu Bara ke IATA Rp 2 Triliun
Manajemen PT MNC Investama Tbk menyatakan penjualan 99,33% PT Bhakti Coal Resources (BCR) kepada PT Indonesia Transport & Infrastructure (IATA) senilai Rp 2 triliun dilakukan untuk memperbaiki kinerja keuangan perseroan.
Salah satu indikatornya, transaksi akuisisi ini diproyeksi mampu meningkatkan margin laba usaha dan margin laba bersih perusahaan
Sebelum rencana akuisisi, rata-rata margin laba usaha BCR adalah 40,83%, sedangkan rata-rata margin laba bersih di level 28,79%. Setelah penjualan BRC, rata-rata margin laba usaha diproyeksi meningkat menjadi 42,23%, sementara itu rata-rata margin laba bersih diproyeksi di posisi 29,54%.
"Berdasarkan proyeksi laporan laba (rugi) perseroan tanpa rencana transaksi dan dengan rencana transaksi terlihat bahwa dengan dilakukannya rencana transaksi terdapat perubahan pada profitabilitas perseroan," tulis Direktur MNC Investama Tien dalam keterbukaan informasi di laman resmi Bursa efek Indonesia (BEI), Rabu (5/1).
Emiten holding multisektor berkode BHIT ini melakukan transaksi dengan beberapa alasan dan pertimbangan. Salah satunya, transaksi ini dianggap bisa memaksimalkan kolaborasi di antara keempat pilar usaha yaitu, media, jasa keuangan, layanan hiburan, dan perdagangan digital.
"Ini demi mewujudkan ekosistem digital untuk para pelanggan yang akan berdampak pada kondisi keuangan perusahaan yang lebih baik, dan dapat memberi imbal balik kepada para pemegang saham," katanya.
Selain itu, transaksi akuisisi juga mampu meningkatkan likuiditas perusahaan, serta memperkuat arus kas dan permodalan dari hasil dana rencana transaksi.
Berdasarkan jadwalnya, tahap terakhir sebelum penjualan BCR selesai adalah persetujuan pemegang saham independen melalui rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 2 Februari 2022.
Seperti diketahui, BCR merupakan perusahaan eksplorasi dan produsen tambang batu bara di Sumatera Selatan yang juga merupakan perusahaan induk dari sejumlah perusahaan pemilik Izin Usaha Pertambangan.
Di samping itu, BCR merupakan induk dari PT Putra Muba Coal, PT Bhumi Sriwijaya Perdana Coal, PT Indonesia Batu Prima Energi, PT Arthaco Prima Energi, PT Sumatra Resources, PT Energi Inti Bara Pratama, PT Sriwijaya Energi Persada, PT Titan Prawira Sriwijaya, PT Primaraya Energi, dan PT Putra Mandiri Coal.
Proses akuisisi dilakukan setelah hasil uji tuntas dan valuasi terhadap PT MNC Energi selesai. Dengan asumsi semua proses due diligence berjalan lancar, IATA akan segera meminta restu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan menyelesaikan transaksi akhir kuartal I-2022.
Rencana transaksi tersebut merupakan langkah strategis IATA untuk memanfaatkan momentum lonjakan harga komoditas batu bara yang berkelanjutan. Manajemen IATA meyakini, akuisisi tersebut tidak hanya mendongkrak prospek bisnis, tetapi secara signifikan meningkatkan nilai perusahaan.
Manajemen IATA memprediksi, harga batu bara akan tetap tinggi karena pasokan yang terus menyusut. Permintaan di Tiongkok dan dunia bagian lain terus meningkat, bahkan berpotensi lebih tinggi karena faktor musim dingin.
Di samping itu, peningkatan permintaan batu bara ke depan juga bakal didorong pembukaan kembali ekonomi pasca pandemi Covid-19. Alasan lain, karena banjirnya pusat penambangan batu bara terbesar Negeri Panda, di provinsi Shanxi.
Menurut data National Bureau of Statistics (NBS) Tiongkok, batu bara merupakan sumber energi utama di sana. Kontribusinya hampir 60% dari total penggunaan energi nasional yang banyak digunakan untuk pemanasan, pembangkit listrik, dan pembuatan baja.
Sementara India telah memerintahkan pembangkit listrik untuk mengimpor 10% batu bara untuk campuran, pembalikan tajam dari arahan sebelumnya untuk menggunakan batu bara domestik.