Bos Garuda Indonesia Paparkan Penyebab Saham GIAA Jatuh Terus
PT Garuda Indonesia Tbk memberikan klarifikasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) atas volatilitas transaksi efek. Emiten bersandi GIAA itu sebagai informasi anjlok ke level terendahnya sejak melantai di bursa saham pada 2011 silam di harga Rp 750. Saham Garuda Indonesia terus mengalami tekanan dan mengalami auto reject bawah (ARB) berturut-turut setelah suspensi sahamnya dibuka mulai 3 Januari 2022.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, salah satu transaksi penambahan modal perseroan berasal dari konversi utang kreditur yang telah direalisasikan pada tanggal 28 Desember 2022. Itu berdasarkan perjanjian perdamaian sebagaimana diatur dalam Putusan Homologasi Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakata Pusat pada tanggal 27 Juni 2022 telah memiliki kekuatan hukum tetap sesuai Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 1454 K/Pdt.Sus-pailit 2022 tanggal 26 September 2022.
Persentase kepemilikan saham kreditur sebesar 22,63%. Adapun konversi saham tersebut tidak memiliki ketentuan periode lock-up sehingga saham tersebut dapat dijual sewaktu-waktu.
“Oleh karenanya, saham yang dimiliki kreditur dimungkinkan untuk dilepas bilamana kreditur tidak berencana untuk mempertahankan kepemilikan sahamnya di perseroan guna memperoleh manfaat yang lebih likuid,” ucap Irfan dalam keterbukaan informasi BEI dikutip Kamis (19/1).
Dia menambahkan, berdasarkan analisa perseroan aktivitas perdagangan yang terjadi pada periode 3-11 Januari 2023 berasal dari aktivitas kreditur perseroan yang memiliki porsi kepemilikan saham. Di mana saham tersebut berasal dari konversi utang kreditur berdasarkan perjanjian perdamaian.
Irfan menambahkan, saat ini tidak terdapat informasi atau fakta material selain telah disampaikan melalui keterbukaan informasi. Garuda Indonesia terus melakukan penguatan fundamental termasuk antara lain penambahan armada berbadan kecil atau narrow body untuk mendukung operasional perusahaan dalam melayani penumpang.
Dengan begitu, Garuda Indonesia diharapkan dapat mendukung pemulihan ekonomi, dan pariwisata Indonesia. Selain itu, Garuda Indonesia Group juga akan terus mengoptimalkan ketersediaan layanan penerbangan dengan armada memadai melalui optimalisasi restorasi armada.
”Kami tengah dalam persiapan untuk melayani penerbangan haji pada 2023,” kata Irfan.
Rights Issue
Sementara itu per Januari 2023 Garuda Indonesia telah merealisasikan penggunaan dana hasil rights issue Rp 1,26 triliun. Sehingga, sisa dana right issue maskapai pelat merah itu masih ada Rp 6,53 triliun.
Adapun tanggal efektif rights issue pada 2 Desember 2022. Di mana jumlah hasil penawaran umum sebanyak Rp 7,79 triliun dan setelah dikurangi biaya penawaran umum menjadi Rp 7,77 triliun.
Rencana penggunaan dana menurut propektus adalah Rp 4,5 triliun untuk belanja modal atau capital expenditure (capex) dan Rp 3,29 triliun untuk operational expenditure (opex).
Capex terdiri untuk maintenance & restoration Rp 3,6 triliun dan pemenuhan maintenance reserve Rp 900 miliar. Sedangkan opex untuk bahan bakar Rp 1,73 triliun, biaya sewa pesawat Rp 900 miliar, biaya restrukturisasi perseroan Rp 370 miliar, dan modal kerja lainnya Rp 298,47 miliar.
Sedangkan realisasi penggunaan per 31 Desember 2022 adalah untuk capex Rp 630,8 miliar (maintenance & restoration) dan opex total Rp 632,75 miliar (biaya sewa pesawat Rp 117,42 miliar. Lalu biaya restrukturisasi Rp 370 miliar dan modal kerja lainnya Rp 145,32 miliar.
Pada perdagangan Rabu (18/1), saham GIAA ditutup di Rp 100 turun 0,99%. Namun, Kamis (19/1) pagi ini saham GIAA nampak mulai naik di awal perdagangan meski tipis Rp 1 atau 1%.