Dampak Boikot, Laba Unilever Longsor 10,5%
PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) mencatatkan laba bersih 2023 sebesar Rp 4,8 triliun atau merosot 10,5% jika dibanding dengan 2022 yalni Rp 5,3 triliun.
Penurunan laba bersih Unilever disebabkan oleh penurunan penjualan bersih sebesar Rp 38,61 triliun. Angka tersebut anjlok 7,3% dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 41,2 triliun pada 2022.
Presiden Direktur Unilever Indonesia, Benjie Yap menyebut secara rinci penjualan ke pasar dalam negeri juga ambles hingga 5,07% secara year on year (yoy) menjadi Rp 37,40 triliun. Kemudian nilai ekspor pun turun 30,8% menjadi Rp 1,20 triliun
Sementara emiten barang konsumer itu akan mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) di rentang 2,4% hingga 2,5% dari total pendapatan 2023. Secara keseluruhan, perseroan menyiapkan capex Rp 930 miliar hingga Rp 970 miliar untuk 2024. Adapun capex tersebut akan digunakan untuk investasi dalam rangka mendukung pertumbuhan bisnis
"2,4%-2,5% dari total pendapatan tahun 2023," kata Benjie dalam paparan kinerja 2023, Rabu (7/2) kemarin.
Seiring dengan hal itu, Direktur Keuangan Unilever Indonesia Vivek Agarwal mengungkapkan dampak seruan boikot bagi produk atau perusahaan yang terafiliasi Israel memengaruhi kinerja perseroan pada kuartal IV 2023 lalu. Ia menyebut penurunan terbesar terjadi pada November dan Desember 2023. Dampak pergeseran sentimen tersebut mengakibatkan penjualan domestik secara akumulatif di 2023 menjadi minus 5,2%.
“Kami terdampak oleh sentimen konsumen yang negatif pada penjualan domestik,” katanya.
Demi mengantisipasi dampak tersebut, Vivek mengatakan bahwa Unilever melakukan sejumlah strategi antara lain, mengoreksi hoax dan informasi palsu yang beredar di masyarakat. Selain itu, perseroan juga mengidentifikasi area terdampak paling buruk seperti di Padang dan Aceh.
Tak hanya itu, UNVR juga bekerja sama dengan komunitas masjid, serta menggandeng tokoh agama untuk mengatasi sentimen negatif yang beredar di masyarakat. Kemudian, lanjut Vivek, Unilever Indonesia secara aktif memantau sebaran informasi terkait perseroan dan melakukan take down terhadap informasi yang salah.
“Ini merupakan langkah penting dan dilakukan bukan hanya satu kali saja,” imbuh Vivek.