BUMN Bongkar Anak Usaha Indofarma Tak Setorkan Dana Rp 470 Miliar
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membeberkan kronologi indikasi kecurangan atau fraud yang ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di PT Indofarma Tbk (INAF). Anak usaha Indofarma, PT Indofarma Global Medika (IGM) hingga kini belum menyetor dana Rp 470 miliar kepada emiten farmasi itu sehingga mengganggu kinerja keuangan induknya.
Staf Khusus III Menteri BUMN Arya Mahendra Sinulingga mengatakan masalah utama Indofarma terletak pada IGM yang bertugas mendistribusikan dan menjual produk-produk Indofarma. "Dana (Rp 470 miliar) ini sudah ditagih oleh IGM kepada pihak ketiga, tetapi tidak disetorkan ke Indofarma," kata Arya, dalam konferensi pers online, Selasa (21/5).
Dugaan fraud (kecurangan) tersebut telah ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kementerian BUMN kemudian merespons pernyataan BPK itu.
Kementerian BUMN mendukung BPK untuk melaporkan masalah fraud di Indofarma ini ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo atau akrab disapa Tiko, membenarkan memang telah ditemukan kecurangan dalam pengelolaan emiten farmasi BUMN itu.
Ia pun mendukung penegakan hukum atas kasus Indofarma seperti kasus-kasus yang sama sebelumnya. Misalnya, kasus Jiwasraya dan Garuda Indonesia.
“Kami sudah berdiskusi dan mendukung BPK untuk melaporkan (temuan ini) ke Kejaksaan Agung, memang harus ada tindakan hukum,” kata Tiko di Hotel Mulia Jakarta, Selasa (21/5).
BPK menemukan penyimpangan berindikasi tindak pidana yang menyebabkan kerugian negara Rp371,83 miliar. Temuan itu disampaikan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif terkait Pengelolaan Keuangan PT Indofarma Tbk, Anak Perusahaan, dan Instansi Terkait Lainnya Tahun 2020 hingga 2023 yang diserahkan BPK kepada Jaksa Agung.
Indikasi Fraud Pernah Dilaporkan oleh Komisaris
Sebelumnya, mantan Komisaris Utama Indofarma Laksono Trisnantoro mengungkapkan hasil audit BPK pada 2023 menemukan indikasi praktik fraud di Indofarma.
"Situasi ini sudah kami duga di tahun 2021, di mana Dewan Komisaris PT Indofarma Tbk sudah mengajukan audit dari pihak luar untuk masalah yang terjadi. Akan tetapi, audit tersebut tidak pernah terjadi sampai adanya audit BPK di tahun 2023," kata Laksono dalam surat yang dikirimkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang ditembuskan kepada BEI, Menteri BUMN Erick Thohir, Biofarma, dan sejumlah pihak terkait.
Ia mengatakan dalam rapat Dewan Direksi Bio Farma dan Dewan Komisaris serta Dewan Direksi Indofarma pada 3 Januari 2024, Holding BUMN Farmasi tidak lagi menggunakan jalur transformasi BUMN di mana Indofarma disiapkan menjadi perusahaan yang menangani alat kesehatan dan herbal. Pasalnya, kondisi perusahaan tidak memungkinkan lagi bagi Indofarma untuk menjadi pemain di bisnis alat kesehatan dan herbal.
Dalam rapat tersebut, direksi Bio Farma memutuskan kegiatan usaha alat kesehatan dan herbal akan dialihkan ke perusahaan lain di dalam Holding BUMN Farmasi. Laksono juga mengungkapkan terjadi downsizing dengan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) yang dipangkas dari Rp 450 miliar menjadi Rp 250 miliar.
Selain itu, Indofarma juga masuk dalam penanganan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) untuk menyehatkan perusahaan. Laksono menjabat sebagai Komisaris Indofarma sejak 2021.
Indofarma juga terlambat membayarkan gaji karyawannya selama beberapa bulan terakhir hingga memicu unjuk rasa dari Serikat Pekerja Indofarma ke Kementerian BUMN beberapa waktu lalu. Tak hanya itu, Indofarma juga digugat Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).