Antam Buka Suara Soal Penetapan 7 Tersangka Baru Kasus 109 Ton Emas Ilegal
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam buka suara usai Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung menetapkan tujuh tersangka baru dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi tata kelola 109 ton emas Antam ilegal pada periode 2010-2022.
Corporate Secretary Antam Syarif Faisal Alkadrie, menegaskan bahwa perusahaan menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan berkomitmen untuk bekerja sama dengan pihak-pihak terkait jika diperlukan.
Sebagai perusahaan publik dan bagian dari BUMN Holding industri pertambangan, Antam terikat dengan berbagai ketentuan dan secara rutin diawasi oleh instansi atau lembaga pemerintah yang berwenang.
Perusahaan memastikan bahwa bisnis logam mulia dan keseluruhan operasional Antam berjalan normal, dan terus berkomitmen untuk menerapkan praktik bisnis sesuai dengan tata kelola yang baik.
“Kami juga terus melakukan perbaikan dengan mematuhi peraturan yang berlaku,” ucap Syarif dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), dikutip Selasa (23/7).
Di tengah kasus tersebut, kinerja saham ANTM terpantau merosot 1,12% ke level Rp 1.325 per lembar pada perdagangan saham Selasa (23/7) pukul 13.31 WIB.
Adapun volume yang diperdagangkan tercatat 20,72 juta dengan nilai transaksi Rp 27,54 miliar dan kapitalisasi pasar Rp 31,84 triliun. Jika melihat tren pergerakan saham, dalam seminggu terakhir saham ANTM turun 1,12%. Dan dalam tiga bulan juga merosot 20,18%.
7 Tersangka Merupakan Pelanggan Jasa Manufaktur
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar mengatakan tujuh tersangka merupakan pelanggan jasa manufaktur di UBPP LM.
Mereka diduga melakukan persekongkolan dengan para General Manager UBPP LM yang sebelumnya telah dijadikan tersangka, dengan menyalahgunakan jasa manufaktur. Ketujuh tersangka tersebut berinisial LE, SL, SJ, JT, GAR, DT (Direktur PT JTU), dan HKT.
“Para tersangka tidak hanya menggunakan jasa manufaktur untuk kegiatan pemurnian, peleburan, dan pencetakan, melainkan untuk melekatkan merek logam mulia Antam tanpa didahului kerja sama dan membayar kewajiban kepada Antam agar meningkatkan nilai jual logam mulia,” ujarnya, dikutip Jumat (19/7).
Sebelumnya, Kejagung sudah lebih dulu menetapkan enam tersangka dalam kasus ini, yaitu TK selaku General Manager (GM) UBPP LM PT Antam Tbk periode 2010-2011, HN yang menjabat sebagai GM pada periode 2011-2013, DM pada periode 2013-2017, AH periode 2017-2019, MAA periode 2019-2021 dan ID periode 2021-2022.
Enam tersangka tersebut diduga telah menyalahgunakan kewenangan dengan melakukan aktivitas ilegal terhadap jasa manufaktur yang seharusnya berupa kegiatan peleburan, pemurnian dan pencetakan logam mulia.
Namun, para tersangka secara melawan hukum dan tanpa kewenangan, telah melekatkan logam mulia dengan merek Antam. Akibat perbuatan para tersangka, telah tercetak logam mulia dengan beragam ukuran mencapai 109 ton yang kemudian diedarkan di pasar secara bersamaan dengan logam mulai produk Antam yang resmi.