Tegaskan Komitmen Berkelanjutan, Bank Mandiri Terus Dorong Implementasi ESG
Tak hanya berfokus pada keuntungan finansial semata, Bank Mandiri juga memperhatikan dampak Environmental, Social, dan Governance (ESG) dalam menjalankan praktik bisnisnya.
Bank berlogo pita emas itu memiliki ESG Framework yang terdiri dari tiga pilar, yaitu Sustainable Banking, Sustainable Operation, dan Sustainability Beyond Banking.
Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Alexandra Askandar mengatakan Bank Mandiri terus mendukung pembiayaan berkelanjutan di Indonesia.
”Kami terus mendorong nasabah kami untuk bertransisi menuju ekonomi rendah karbon melalui instrumen keuangan yang inovatif serta membangun ESG center for clients sebagai akselerator dalam pencapaian-pencapaian kami,” kata Alexandra di acara Sustainability Action for the Future Economy (SAFE) 2024 yang diselenggarakan oleh Katadata di Hotel Kempinski, Jakarta Rabu (7/8).
Dari pilar Sustainable Banking, Alexandra menyatakan, saat ini Bank Mandiri telah menyalurkan Sustainable Portofolio sebesar Rp278 triliun dengan pertumbuhan 14,7 persen secara year on year (yoy).
Di mana Rp139 triliun temasuk ke dalam Green Portfolio yang menjadikan Bank Mandiri sebagai Green Market Leader di Indonesia dan Rp139 berasal dari Social Portfolio.
Hal ini tercapai didukkung dengan berbagai Sustainable Financing Products baik untuk nasabah wholesale maupun retail, seperti Sustainability-Linked-Loan, Corporate-in-Transition Financing, EV Financing, dan Green Mortgage.
Di samping itu, Alexandra mengatakan Bank Mandiri juga menyediakan ESG Advisory Services melalui pembentukan ESG Center untuk nasabah.
“Sebagai prefered banking partner nasabah, kami telah berkomitmen untuk menerapkan client-centered approach dalam penerapan ESG di Bank Mandiri“ kata Alexandra.
Untuk pilar ESG kedua yakni Sustainable Operation, Bank Mandiri memiliki inisiatif menghitung emisi karbon sejak 2019. Total emisi operasional, per Juni 2024 turun menjadi 117.566 tCO2e dan penghitungan masih terus berlangsung sampai akhir tahun.
Penurunan ini menunjukkan tren yang positif, sebab perhitungan pertama Bank Mandiri (baseline) berjumlah sebesar 358.753 tCO2e pada 2019.
Pencatatan emisi operasional ini dilakukan melalui platform Digital Carbon Tracking yang melakukan pengukuran hingga ke level cabang.
Tak kalah penting, Alexandra melanjutkan, manajemen juga mendorong program budaya keberlanjutan atau Green Business Mindset kepada seluruh karyawan, yang kami sebut sebagai Mandirian, dalam menjalankan kegiatan operasional Bank Mandiri.
“Kami juga bertransisi dengan mengganti kendaraan operasional Bank Mandiri dengan kendaraan listrik dan instalasi solar panel di gedung kantor operasional secara bertahap. Bank Mandiri juga sudah memiliki gedung yang tersertifikasi sebagai green building,“ ujarnya.
Terakhir, untuk pilar Sustainability Beyond Banking, Alexandra mengatakan bahwa Bank Mandiri berfokus pada pemberdayaan masyarakat yang selaras dalam mendukung Sustainable Development Goals (SDGs), melalui Corporate Social Responsibility (CSR), dan inklusi keuangan.
Misalnya melalui program Wirausaha Muda Mandiri (WMM) yang telah melahirkan 751 orang wirausaha, Mandiri Sahabatku yang telah menyasar 18.403 Pekerja Migran Indonesia, Rumah BUMN yang telah diserap oleh 6.590 UMKM, serta Rice Milling Unit yang telah membantu lebih dari 27.520 petani.
Tentu dalam mewujudkan target-target ESG tersebut, Bank Mandiri juga menghadapi sejumlah tantangan. Misalnya, pilihan project green yang ada di pasar keuangan relatif terbatas atau tidak banyak.
“Hal ini terjadi karena berdasarkan persepsi nasabah hal tersebut tergolong masih mahal jika dibandingkan dengan benefit jangka pendek dan regulasinya masih terus berkembang” ujar Alexandra.
Namun begitu, Alexandra mengatakan pihaknya turut mengapresiasi pemerintah Indonesia terkait regulasi yang telah diterbitkan juga dengan launching-nya bursa karbon pada tahun 2023 lalu.
Ia mengaku optimis perkembangannya ke depan akan semakin baik lagi. Sebab, menyeimbangkan antara peluang bisnis dan kepatuhan regulasi adalah hal yang krusial.
"Kami percaya bahwa beralih dari partisipasi voluntary menjadi mandatory dapat meningkatkan dampak kolektif kami dan memperkuat upaya keberlanjutan kami," terangnya.
Dia juga berharap partisipasi tersebut dapat menggerakkan upaya kolaboratif di antara semua pihak untuk mengembangkan serangkaian kebijakan inisiatif iklim yang komprehensif, yang diharmonisasikan kepada seluruh pemangku kepentingan dan memastikan adanya mutual alignment.
"Dengan menetapkan serangkaian kebijakan, kita dapat secara kolektif menuju kepada tujuan yang sama, mendorong pertumbuhan pembiayaan iklim dan menghasilkan dampak yang signifikan," ujarnya.
Menurutnya, pendekatan ini tidak hanya menangani perubahan iklim, tetapi juga berkontribusi untuk menciptakan lingkungan bisnis yang lebih berkelanjutan dan masa depan yang lebih cerah bagi semua.