Bengkak Akibat Corona, Utang Pemerintah per Maret Tembus Rp 5.000 T
Kementerian Keuangan mencatat total utang pemerintah per Maret 2020 mencapai Rp 5.192,56 triliun, bertambah lebih dari Rp 400 triliun dari posisi akhir tahun lalu Rp 4.779,28 triliun. Rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto bahkan mencapai 32,12%.
Dalam buku APBN Kita edisi April 2020 yang dirilis Jumat (17/4), peningkatan tajam posisi utang pemerintah per akhir Maret dipengaruhi oleh pelemahan nilai tukar rupiah. Rupiah pada akhir bulan kemarin melemah Rp 2.133 per dolar Amerika Serikat dibanding posisi akhir Februari.
Akibatnya, utang pemerintah bertambah Rp 284,61 triliun. "Hal tersebut terutama disebabkan oleh tekanan dan ketidakpastian global, termasuk merebaknya virus corona," demikian keterangan dalam buku tersebut.
(Baca: Tumbuh Melambat, Utang Luar Negeri RI Capai Rp 5.800 T pada Februari)
Utang pemerintah masih didominasi dalam bentuk surat berharga negara yang mencapai Rp 4.292,73 triliun atau 82,67% dari total utang pemerintah. Ini terdiri dari SBN domestik Rp 3.036,96 triliun dan SBN valas Rp 1.255,77 triliun.
Adapun SBN domestik berupa surat utang negara mencapai Rp 2.520 triliun dan surat Rp 516,96 triliun. Kemudian SBN valas berupa SUN tercatat sebesar Rp 1.006,99 triliun dan SBSN Rp 248,78 triliun.
Sementara sebanyak Rp 899,83 triliun atau 17,33% dari total utang pemerintah dalam bentuk pinjaman. Lebih rinci, pinjaman dalam negeri sebesar Rp 10,23 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 889,6 triliun.
Adapun pinjaman luar negeri berasal dari pinjaman bilateral Rp 352,74 triliun, multilateral Rp 490,67 triliun, dan bank komersial Rp 46,19 triliun.
(Baca: Pekan Depan, BI Bisa Borong SUN di Pasar Perdana hingga 25%)
Meski demikian Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa pihaknya akan terus menjalankan strategi pengelolaan pembiayaan utang secara hati-hati dan terukur. "Ke depan, postur pembiayaan akan berubah seiring dengan pendapatan yang tertekan dan belanja yang tumbuh," ucap Sri Mulyani dalam konferensi video di Jakarta, Jumat (17/4).
Ia menjelaskan, pada tahun ini realisasi pembiayaan utang hingga akhir Maret mencapai Rp 76,48 triliun, turun 57,2%. Ini terdiri dari realisasi SBN sebesar Rp 83,9 triliun dan realisasi pinjaman sebesar negatif Rp7,42 triliun.
Realiasi pinjaman yang mencapai angka negatif menunjukkan bahwa realisasi pembayaran cicilan pokok pinjaman lebih besar dari pada penarikan pinjaman. Pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri mencapai Rp 16,91 triliun dan penarikan pinjaman luar negeri sebesar 9,43 triliun.
Sementara itu penarikan pinjaman dalam negeri sebesar Rp 50 miliar serta pembayaran cicilan pokok pinjaman dalam negeri belum terealisasi.