Global Lesu, Darmin Sebut Ekonomi RI Lebih Aman Dibanding Singapura
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution masih optimistis perekonomian Indonesia mampu tumbuh di level 5% pada tahun ini meski ekonomi global makin tak pasti akibat perang dagang. Menurut Darmin, dampak perekonomian terhadap Indonesia masih lebih minim dibandingkan dengan yang dihadapi negara tetangga.
"Ada dampaknya. Tapi tak sebanyak Malaysia apalagi Singapura," kata Darmin di Kompleks Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (9/10).
Darmin tak menampik kondisi ekonomi global berpengaruh pada kinerja ekspor Indonesia yang melambat pada tahun ini. Apalagi, dua negara yang sedang terlibat perang dagang, yakni Amerika Serikat dan Tiongkok merupakan negara tujuan ekspor terbesar.
(Baca: Ditopang Konsumsi, BI Ramal Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III Capai 5,1%)
BPS mencatat total ekspor pada Agustus mencapai US$ 14,28 miliar, turun 7,6% dibanding bulan lalu atau 9,9% dibanding periode yang sama tahun lalu . Sedangkan impor tercatat turun 8,53% secara bulanan atau 15,6 persen secara tahunan menjadi US$ 14,2 miliar.
Namun, menurut dia, porsi ekspor dan impor Indonesia terhadap perekonomian tak setinggi Malaysia, Singapura, dan Thailand. Oleh karena itu, ia optimis ekonomi Indonesia lebih tahan banting dibanding negeri jiran dalam menghadapi ketidakpastian global.
(Baca: Sri Mulyani: IHSG Anjlok karena Faktor Global dan Politik dalam Negeri)
Ia menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan masih akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Berdasarkan data BPS, konsumsi rumah tangga tumbuh mencapao 5,17% dan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi sebesar 5,05% pada kuartal II 2019.
"Tahun ini kita masih bisa bertahan 5% ya mestinya bisa karena konsumsi. Jadi kalau dunia payah kita enggak langsung payah," ucap dia.
Perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia, Tiongkok dan Amerika Serikat (AS) yang hingga kini masih berlangsung berimbas negatif terhadap ekonomi global, termasuk negara-negara Asia Tenggara. Namun berbeda dengan yang disebut Darmin, Malaysia justru mencatatkan kenaikan pertumbuhan paling signifikan dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya pada kuartal II 2019.
Hal ini terlihat dari data pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara seperti yang terekam dalam databooks di bawah ini.
Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok sebenarnya berencana melakukan pertemuan untuk membahas kesepakatan dagang pada 10-11 Oktober 2019 di Washington DC, AS. Namun kemarin, pemerintah AS menambah jumlah perusahaan Tiongkok yang masuk daftar hitam perusahaan yang tak bisa berbisnis dengan perusahaan Negara Paman Sam itu.
Kebijakan tersebut dinilai banyak pihak meningkatkan ketegangan hubungan antara AS-Tiongkok menjelang negosiasi. Pemerintah Tiongkok pun dikabarkan menunjukkan sikap yang semakin enggan untuk menyepakati perjanjian dagang yang diajukan Presiden Donald Trump. Ekonomi global juga makin tak pasti dengan perang dagang yang dilancarkan AS kepada Uni Eropa.
Bank Dunia dan IMF sebelumnya memperkirakan perang dagang yang terus berlanjut dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi dunia. Dalam proyeksi terbarunya, IMF memperkirakan perang dagang akan memangkas Produk Domestik Bruto (PDB) global sebesar US$ 700 miliar.