BI Luncurkan Kebijakan Akomodatif untuk Dorong Permintaan Domestik
Demi mendorong permintaan domestik, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan enam kebijakan akomodatif. Pertama, BI akan meningkatkan ketersediaan likuiditas dan mendukung pendalaman pasar keuangan, dengan cara penguatan strategi operasi moneter.
"BI terus menjaga likiuditas di perbankan dan pasar uang dalam mendukung pembiayaan ekonomi, khsusunya kredit perbankan," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur di kantornya, Jakarta, Kamis (25/4).
Langkah yang diambil BI Ini dilakukan lantaran rasio aset likuid terhadap simpanan (AL/DPK) pada Februari masih tinggi, sebesar 22,3%. Perry mengungkapkan, operasi moneter dilakukan dari kontraksi likuiditas dari bank yang mengalami pelonggaran likuiditas serta melalui injeksi likuditas.
Selain itu, penguatan mekanisme pasar juga dilakukan dengan pengubahan mekanisme fixed rate tender menjadi variable rate tender. Perubahan ini dimaksudkan untuk mendukung mekanisme pasar dan pendalaman pasar keuangan.
(Baca: Tahan Bunga Acuan 6%, BI Sebut Kondisi Ekonomi Terjaga)
"Penguatan strategi juga didukung dengan pelaksanaan operasi moneter yang terjadwal dan mulai berlaku efektif 6 Mei 2019," ujarnya.
Kedua, BI mendorong efisiensi pembayaran ritel melalui perluasan layanan sistem kliring nasional BI (SKNBI) dengan penambahan waktu dan pecepatan penerusan data (settlement). Penambahan waktu dilakukan dari semula 5 kali menjadi 9 kali per hari. Tak hanya itu, waktu penghitungan dan settlement dipersingkat dari semula dua jam menjadi sejam. Dua hal ini dilakukan untuk memperluas kemudahan masyarakat melakukan transaksi pembayaran melalui SKNBI.
Kemudian, batas atas nominal transaksi ditingkatkan dari semula Rp 500 juta menjadi Rp 1 miliar. Hal ini diiringi dengan penurunan tarif transaksi dari Rp 5 ribu per transaksi menjadi Rp 3.500 per transaksi. Perubahan ketentuan ini dilakukan seiring dengan bulan Ramadan.
Ketiga, BI mendorong pasokan (supply) dari transaksi pasar valas berjangka dalam negeri atau Domestik Non Delivery Fofrward (DNDF). Peningkatan supply didorong dengan penyederhanaan ketentuan kewajiban underlying transaksi yang disamakan dengan transaksi forward. Artinya, transaksi sampai dengan US$ 5 juta tidak memerlukan underlying transaksi.
(Baca: Ekonomi Global Melambat, BI Pertahankan Suku Bunga Acuan)
Tidak hanya itu, unwinding sebelum jatuh tempo diberlakukan jika ada perubahan kurs. Perry berharap, perubahan ketentuan DNDF dapat mendukung pendalaman pasar keuangan dan stabilitas rupiah.
Keempat, mendorong implementasi penyelenggaraan sarana pelaksana transaksi pasar uang dan pasar valas atau market operator. Ini dengan mengembangkan transaksi pasar uang dan pasar valas secara efisien, serta didukung oleh infrastruktur yang cepat. Pengaturan ni diharapkan dapat memperluas volume maupun efisinesi transaksi di pasar uang dan valas.
Kelima, mengembangkan pasar Surat Berharga Komersial (SBK) sebagai alternatif sumber pendanaan jangka pendek oleh korporasi. Terakhir, mendorong perluasan elektronifikasi bansos non-tunai, dana desa, moda transportasi dan operasi keuangan pemerintah. Dengan demikian, penyaluran keseluruhan transaksi tersebut dapat dilakukan lebih cepat dan tepat sasaran.