BI Sebut Indonesia Tidak Bisa Hidup Tanpa Utang Luar Negeri
Kenaikan utang luar negeri Indonesia – pemerintah dan swasta – menjadi sorotan. Menanggapi hal itu, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menjelaskan Indonesia tidak bisa hidup tanpa utang luar negeri.
"Bisa tidak Indonesia hidup tanpa utang luar negeri? Tidak bisa," kata dia dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur di kantornya, Jakarta, Kamis (17/1).
Menurut dia, utang diperlukan lantaran dana di dalam negeri tidak cukup untuk menjalankan perekonomian di dalam negeri. Maka itu, Indonesia tetap memiliki utang luar negeri namun dalam rasio yang sehat. Selain itu, kondisi ekonomi dalam negeri juga harus terjaga tetap sehat.
(Baca: Naik 5,3%, Utang Luar Negeri November 2018 Capai Rp 5.220 Triliun)
Adapun, utang luar negeri Indonesia tercatat sebesar US$ 372,9 miliar atau setara Rp 5.220 triliun per November. Angka tersebut meningkat US$ 12,3 miliar atau sekitar Rp 174 triliun dibandingkan posisi pada akhir bulan sebelumnya.
Mirza menjelaskan, utang luar negeri tersebut masih dalam posisi yang aman, tercermin dari rasionya yang sebesar 34% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Utang luar negeri tersebut berasal dari pemerintah, korporasi, dan perbankan.
Namun, ia mengakui Indonesia tidak boleh gegabah dalam menarik utang luar negeri. Maka itu, BI memberlakukan aturan bagi penarik utang untuk mengajukan izin kepada otoritas.
(Baca: Di Pidatonya, Prabowo Kritik Utang, BPJS, hingga Maraknya Bunuh Diri )
Bagi korporasi, BI telah menerbitkan aturan yang mewajbkan lindung nilai (hedging) dan standar rating lembaga bagi para penarik utang. Sementara itu, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus mengajukan izin kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Keuangan. "Ini risk management tools," ujarnya.