Ekonom: Proyeksi Surplus Neraca Pembayaran US$ 4 Miliar Tak Realistis
Sejumlah ekonom menilai proyeksi Bank Indonesia (BI) yang menyebut Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) akan surplus US$ 4 miliar pada triwulan IV 2018 tidak realistis. Hal ini lantaran defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) diperkirakan mencapai US$ 10-12 miliar pada akhir tahun ini.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam, memperkirakan NPI pada triwulan IV 2018 masih defisit sekitar US$ 1-2 miliar. Defisit tersebut disebabkan surplus neraca modal belum bisa menutup besarnya defisit neraca perdagangan.
Pada Oktober dan November 2018, defisit neraca dagang mencapai US$ 3,7 miliar. Sementara, neraca dagang Desember diperkirakan defisit US$ 0,5- 1 miliar sehingga total defisit neraca dagang pada triwulan IV 2018 diperkirakan US$ 4-5 miliar. "Jadi, NPI untuk bisa surplus US$ 4 miliar, neraca modal harus di kisaran US$ 14-16 miliar," ujar Pieter kepada Katadata.co.id.
Upaya pemerintah menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) global 2019 lebih awal sebesar US$ 3 miliar pada Desember 2018 dan aliran masuk dana asing ke pasar modal belum mampu mendorong surplus NPI. "Saya kira belum bisa menutup besarnya defisit transaksi berjalan, NPI triwulan IV saya perkirakan negatif," ujarnya.
(Baca: Dana Asing Masuk, BI Taksir Neraca Pembayaran Kuartal IV US$ 4 Miliar)
Di sisi lain, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan surplus neraca pembayaran tidak akan mencapai US$ 4 miliar. “Saya prediksi kalaupun surplus pada kisaran US$ 600-700 juta pada triwulan IV 2018,” ujarnya. Artinya, surplus neraca pembayaran tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 974 juta.
Bhima menilai, neraca pembayaran sangat mungkin ditopang oleh dana masuk dari front loading (penerbitan awal) SUN global pemerintah. Terlebih lagi, pasar surat utang pemerintah semakin menarik lantaran penawaran imbal hasil (yield) yang tinggi. Namun, NPI tertekan pada triwulan II dan III karena maraknya perusahaan yang melakukan transfer laba ke induk usahanya di luar negeri.
Bhima memperkirakan, surplus neraca pembayaran tidak akan bertahan lama karena pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 yang membuat investor berhati-hati masuk ke Indonesia. “NPI tetap harus dijaga dengan kebijakan yang struktural. Tidak bisa andalkan modal masuk dari utang,” ujarnya.
Sebelumnya, BI memperkirakan NPI bakal surplus US$ 4 miliar atau sekitar Rp 58 triliun pada kuartal IV tahun ini. Derasnya arus modal asing akan mendorong neraca transaksi modal dan finansial surplus sehingga mampu mengimbangi defisit neraca transaksi berjalan yang diperkirakan di atas 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Arus modal asing dari Penanaman Modal Asing (PMA), portofolio, dan investasi lainnya jauh lebih besar," kata Gubernur BI Perry Warjiyo. Surplus neraca pembayaran tersebut juga akan membawa rupiah stabil dan menguat. Sebab, arus modal asing yang masuk menambah pasokan dolar Amerika Serikat (AS) di dalam negeri.
(Baca: Menko Darmin: Dana Asing Belum Mampu Buat Neraca Pembayaran Surplus)