Pelemahan Terbatas Mata Uang Asia Setelah Kenaikan Bunga AS
Mayoritas mata uang Asia, termasuk rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Kamis (20/12). Ini terjadi setelah bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) mengumumkan kenaikan lanjutan bunga acuannya, Fed Fund Rate, sebesar 0,25 basis poin ke kisaran 2,25-2,5% dan memproyeksikan kenaikan dua kali lagi tahun depan.
Meski begitu, pelemahan mata uang Asia terpantau tidak terlalu besar, kurang dari 1%. Saat berita ini ditulis, nilai tukar rupiah melemah 0,52% ke posisi 14.514 per dolar AS. Pelemahan ini lebih kecil dibandingkan won Korea Selatan yang melemah 0,62%. kemudian, yuan Tiongkok melemah 0,31%, dan peso Filipina 0,20%.
Adapun dolar Taiwan, ringgit Malaysia, baht Thailand, dolar Singapura, dan dolar Hong Kong melemah lebih tipis kurang dari 0,2%. Di sisi lain, yen Jepang dan rupee India menguat tipis masing-masing 0,04% dan 0,06%.
Perkembangan mata uang Asia ini seiring dengan indeks dolar AS terpantau kembali naik ke level 97, meskipun masih lebih rendah dibandingkan akhir pekan lalu.
(Baca juga: The Fed Naikkan Suku Bunga Amerika-25-Bps, Tahun 2019 Tak Lagi Agresif)
Tekanan yang tidak terlalu besar atas mata uang Asia seiring kenaikan Fed Fund Rate pada Desember yang sudah diantisipasi pasar. Meskipun, kemungkinan kenaikannya sempat mengecil seiring volatilitas di pasar keuangan Negeri Paman Sam, tanda-tanda perekonomian melambat dan kekhawatiran akan resesi, hingga memudarnya kebijakan stimulus fiskal di negara tersebut.
Dalam pernyataan tertulisnya, The Fed menilai kondisi ekonomi AS kuat. Tingkat ketenagakerjaan dan inflasi sesuai ekspektasi. Kenaikan Fed fund Rate diyakini tidak akan membebani ekonomi. “Komite menilai kenaikan bertahap atas target Fed Fund Rate akan konsisten dengan ekspansi berkelanjutan dari aktivitas ekonomi, kondisi pasar tenaga kerja yang kuat, dan inflasi yang mendekati target 2% dalam jangka menengah,” demikian tertulis.
(Baca juga: Peluang Kembali Mengalirnya Dana Asing di Tengah “Melunaknya” The Fed)
Kenaikan pada Desember ini merupakan yang keempat kalinya tahun ini. Mengacu pada dot plot, para petinggi The Fed berekspektasi kenaikan dua kali lagi tahun depan, dan satu kali lagi di 2020. Ekspektasi ini lebih sedikit dibandingkan sebelumnya yaitu tiga kali kenaikan tahun depan. Ini juga jadi sentimen yang positif bagi mata uang dan pasar keuangan Asia.
Sebelumnya, para ekonom mengatakan kebijakan antisipatif Indonesia dalam merespons kebijakan moneter di luar negeri, ditambah kenaikan Fed Fund Rate tahun depan yang tidak seagresif tahun ini, bisa membuat kembali masuknya dana asing ke pasar keuangan sehingga mendukung penguatan nilai tukar rupiah.