Dorong Perbaikan Neraca Pembayaran, Ekonom Kritik Resep Bank Dunia
Bank Dunia menilai Indonesia perlu lebih membuka perekonomian – lewat perdagangan bebas, relaksasi Daftar Negatif Investasi, dan penerimaan tenaga asing yang terampil – guna memperbaiki neraca pembayaran. Beberapa ekonom tak sependapat dengan resep tersebut. Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam menilai perekonomian Indonesia sudah terbuka.
Neraca pembayaran mengalami defisit dalam tiga kuartal terakhir. Penyebabnya, melebarnya defisit neraca transaksi berjalan – perdagangan internasional barang dan jasa. Selain itu, terbatasnya surplus neraca transaksi modal dan finansial imbas rendahnya investasi asing langsung dan arus keluar investasi asing dari pasar keuangan domestik. Defisit neraca pembayaran menunjukkan ketidakseimbangan pasokan dan permintaan valas dalam negeri sehingga kurs rupiah rentan gejolak.
Menurut Pieter, pemerintah sebaiknya fokus untuk membenahi sistem dan regulasi dalam negeri sehingga investasi asing dan domestik meningkat. “Persoalan kita kompleks, di antaranya inkonsistensi kebijakan yang tidak terkoordinasi antardaerah, masalah perizinan, perburuhan, pembebasan lahan. Itu yang harus diperbaiki,” kata dia kepada katadata.co.id, beberapa waktu lalu.
Ia pun menyarankan pemerintah untuk meningkatkan potensi yang ada dalam negeri. Pembukaan sektor baru untuk investasi asing dapat dilakukan namun secara selektif. “Kemarin contohnya DNI direlaksasi jadi ribut. Persoalan yang harus ditimbang peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM),” kata dia. Selain itu, perlu dipertimbangkan juga cara agar industri manufaktur bisa berdaya saing.
(Baca juga: BKPM Catat Realisasi Investasi Asing Kuartal III Anjlok 20%)
Di sisi lain, ia menulai kebijakan penerimaan tenaga kerja asing perlu dikaji secara hati-hati. Penerimaan tenaga kerja asing dapat menimbulkan masalah sosial dan politik. Meskipun, salah satu masalah investasi ialah minimnya tenaga ahli di bidang tertentu.
Kemudian, kebijakan perdagangan perlu diselaraskan dengan kebijakan industri. “Jangan sampai kebijakan perdagangan internasional mematikan industri kita sendiri,” kata dia. Adapun saat ini, ia menilai Indonesia belum cukup kuat dalam melakukan berbagai kebijakan perdagangan bebas. Ia khawatir kebijakan tersebut justru meningkatkan impor dan mematikan pasar dalam negeri.
Ia pun menekankan, saran kebijakan untuk pembukaan ekonomi lebih jauh perlu dipertimbangkan secara mendalam. Sebab, kebijakan ekonomi terbuka dapat memberikan efek di luar ekonomi secara luas.
(Baca juga: Defisit Neraca Dagang Terburuk, Sri Mulyani dan BI Sebut Faktor Global)
Setali tiga uang, Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, cara untuk menarik investasi asing langsung tidak semudah dengan merelaksasi DNI. Buktinya, setelah DNI direvisi pada 2016, tidak banyak perusahaan asing yang masuk. “Bottlenecking-nya (penghambatnya) ada di sinkronisasi izin daerah dan pusat,” kata dia.
Penghambat lainnya, pembebasan lahan masih membutuhkan waktu lama, infrastruktur dasar di kawasan industri belum memadai, dan harga energi untuk industri tergolong mahal. Maka itu, pemerintah sebaiknya fokus pada peningkatan kemudahan berusaha (ease of doing business/EoDB).
Penerimaan tenaga kerja asing juga dinilainya tidak berkorelasi dengan peningkatan investasi langsung. “Faktanya Singapura dan Jepang nomor 1 dan 2 dari sisi FDI (Foreign Direct Investment/investasi asing langsung) di Indonesia, tapi tenaga asingnya tidak sebanyak Tiongkok,” ujar Bhima.
Sebelumnya, saat pemaparan laporan kuartalan ekonomi Indonesia, Ekonom Utama untuk Bank Dunia di Indonesia Frederico Gil Sander menyatakan Indonesia tidak boleh terlena dengan penguatan nilai tukar rupiah saat ini. Indonesia perlu fokus memperbaiki neraca pembayaran untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah ke depan. Caranya, dengan menggenjot ekspor dan investasi langsung.
(Baca juga: Tekanan Kurs Rupiah Mereda, Bank Dunia Ingatkan RI Agar Tidak Terbuai)
Ia pun merekomendasikan beberapa langkah yaitu penerapan perjanjian perdagangan bebas dan revisi DNI. Kebijakan itu disebutnya bukan hanya berdampak pada ekspor dan investasi, tapi penciptaan lapangan kerja baru sehingga mendorong lebih banyak masyarakat naik menjadi kelas ekonomi menengah.
Senada, Ekonom Senior Bank Dunia Massimiliano Cali menjelaskan, revisi DNI dapat meningkatkan produksi pada sektor yang dikeluarkan dari daftar tersebut. “Hal yang paling penting untuk meningkatkan produksi sektor ialah dengan menghapus larangan investasi,” ujarnya
Lebih jauh, ia juga menyarankan agar Indonesia membuka diri terhadap perdagangan dan tenaga kerja dari pasar global. Dari segi perdagangan, Bank Dunia menilai perlunya penurunan hambatan impor -- tarif dan nontarif -- yang meningkatkan harga produk yang dijual industri di dalam negeri.
Selain itu, Bank Dunia menyarankan adanya perjanjian perdagangan bebas yang ambisius untuk meningkatkan akses produk-produk Indonesia ke pasar luar negeri.
Sementara itu, dari segi tenaga kerja asing, Bank Dunia menilai Indonesia perlu menurunkan persyaratan bagi tenaga asing yang memiliki keterampilan khusus. Hal ini untuk mengisi kesenjangan keterampilan di dalam negeri.
Langkah-langkah tersebut dinilai dapat menurunkan kesenjangan infrastruktur dan sumber daya manusia, meningkatkan daya saing Indonesia, memperkuat posisi eksternal, dan percepatan pertumbuhan ekonomi.