Disentil Prabowo, Ini Tanggapan Sri Mulyani Soal Rasio Pajak
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjawab kritik calon presiden Prabowo Subianto mengenai rendahnya rasio penerimaan pajak dibandingkan dengan beberapa negara lain. Sri Mulyani mengatakan pemerintah memang sedang memperbaiki penerimaaan pajak.
Rasio saat ini sudah sesuai dengan realisasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan ketiga 2018 sebesar 5,17 persen, inflasi pada kisaran 3 persen, dan pertumbuhan penerimaan perpajakan hingga Oktober sebesar 71 persen. (Baca juga: Penerimaan Pajak Capai Rp 1.015 Triliun Per Oktober, 71% dari Target).
Sementara itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tumbuh 34,5 persen. Melihat angka-angka tadi, rasio pajak tahun ini diperkirakan mencapai 11,57 persen dan tahun depan 12,22 persen. Tingkat pembayaran wajib pajak tersebut diharapkan tidak membuat wajib pajak resah.
“Kalau kemarin ada yang mengkritik tax ratio kita rendah, kami perbaiki tanpa membuat khawatir,” kata dia dalam peluncuran Kompas Gramedia (KG) Media di Jakarta, Kamis malam (22/11).
Dalam mengelola perpajakan ini, kata Sri Mulyani, banyak hal yang harus dipertimbangkan dan diatur sedemikian rupa. “Kami disuruh melayani tapi disuruh tax ratio-nya naik. Kami diminta supaya defisit turun dan belanja banyak, tapi tidak boleh utang,” ujarnya. “Hidup saya cukup terlatih melakukan hal ini.”
(Baca juga: Data Keuangan Nasabah Jadi Andalan Buat Capai Target Pajak 2019).
Sebelumnya, Prabowo menyebutkan rasio pajak negara lain lebih besar daripada Indonesia, bahkan termasuk rasio pajak di Zambia, Afrika yang mencapai 16 persen. Ia pun meminta pemerintah berkaca dari negara tersebut. “Indonesia, khususnya elite, tidak melihat negara-negara Afrika padahal mereka lebih baik dari kita,” kata dia.
Selain itu, rasio pajak Thailand sudah mencapai 16 persen dan Malaysia 18 persen. Prabowo pun menilai pemerintah kehilangan US$ 60 miliar lantaran tidak mampu menjaga rasio pajak. Menurutnya, Indonesia mampu mencapai rasio pajak 18-20 persen.