Ada B20, Istana Optimistis Surplus Perdagangan Tahun Ini US$ 3 miliar
Istana Kepresidenan merasa optimistis neraca perdagangan hingga akhir tahun ini bisa surplus hingga 3 miliar atau sekitar Rp 44,6 triliun. Surplus akan terjadi seiring langkah kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk menekan defisit, salah satunya kewajiban menggunakan 20% bahan bakar nabati dalam campuran solar (B20).
Staf Khusus Presiden Ahmad Erani Yustika mengatakan selain B20, ada juga kebijakan menaikkan Pajak Penghasilan (Pasal 22 Impor, hingga penundaan proyek infrastruktur. Dia mengatakan dengan perbaikan neraca perdagangan ini maka defisit transaksi berjalan juga akan tertangani dengan baik.
"Saya masih optimistis, barangkali masih bisa surplus US$ 2-3 miliar," kata Erani saat berdiskusi dengan awak media di Jakarta, Rabu (16/9). (Baca: Tekan Defisit Neraca Dagang, Ekspor Komoditas Andalan Terus Digenjot)
Dalam rilis Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia sepanjang Januari - Agustus 2018 perdagangan nonmigas masih surplus sebesar US$ 4,2 miliar. Namun tekanan pada impor migas mengakibatkan total neraca perdagangan defisit hingga mencapai US$ 4 miliar.
Meski ketergantungan impor migas tinggi, Erani meyakini hingga saat ini belum ada rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Dia mengatakan hal tersebut bahkan telah disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pertemuan kabinet.
Pemerintah meyakini langkah dan kebijakan yang diambil dalam upaya menekan defisit perdagangan dan transaksi berjalan akan efektif. "Situasinya semua dalam kendali," kata Erani.
Optimisme Istana tentunya bertolak belakang dengan pernyataan beberapa ekonom BCA David Sumual, yang meramal neraca perdagangan akan tetap mengalami defisit hingga akhir tahun dengan angka US$ 2 miliar hingga US$ 5 miliar. Angka ini merosot tajam dibandingkan kondisi perdagangan 2017 yang mencatat surplus sebesar US$ 11,8 miliar.
Menurut David, kondisi itu dapat terjadi sepanjang pemerintah tak bisa menekan impor minyak dan gas (migas) atau menetapkan kebijakan pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM). "Saya kira defisit perdagangan ini bukan tren musiman dan masih bisa berlanjut terutama jika impor migas terus berlangsung," kata David.
(Baca: Impor Migas Tinggi, Neraca Dagang Diprediksi Defisit Hingga Akhir Tahun)