Menko Darmin Sebut Pelemahan Rupiah Akibat Libur Panjang
Pada perdagangan pasca libur Lebaran hari ini (21/6), rupiah dibuka melemah 1,13% ke level Rp 14.090 per dolar Amerika Serikat (AS) dibandingkan penutupan sebelum libur Idul Fitri pada Jumat (8/6). Jelang penutupan perdagangan siang ini, rupiah bahkan menyentuh Rp 14.099 per dolar AS.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, libur panjang menjadi penyebab rupiah melemah. Karena tak memantau perkembangan perekonomian Indonesia ataupun dunia, biasanya investor mengambil langkah aman dengan membeli dolar AS. Alhasil, pasokan dolar AS menipis sehingga nilainya menguat.
"Itu karena liburnya banyak. Orang tidak tahu bagaimana situasinya, dia hantam saja hari pertama kerja," kata Darmin usai Halal Bi Halal di kantornya, Jakarta, Kamis (21/6).
Sementara, sebelum libur Lebaran, investor sudah dihadapkan pada kebijakan bank sentral AS, the Fed yang menaikkan suku bunga acuannya (Fed Fund Rate) sebesar 0,25% menjadi 1,75-2%. "Tapi itu tidak perlu dirisaukan," kata Darmin.
Selain itu, sempat ada kekhawatiran bahwa pelemahan rupiah merupakan imbas defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD) yang mencapai US$ 5,5 miliar atau 2,1% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Apalagi Bank Indonesia (BI) memproyeksikan, defisitnya di kisaran 2%-2,1% dari PDB hingga akhir tahun. Proyeksi itu naik dibanding realisiasi 2017 yang sebesar 1,7% dari PDB.
(Baca juga: Pengusaha Minta Pemerintah Waspadai Ketidakpastian Global)
Yang mana, defisit transaksi berjalan ini dipengaruhi oleh impor yang meningkat. Padahal impor ini mengurangi pasokan dolar AS di dalam negeri, sehingga mata uang Negeri Paman Sam itu menguat terhadap rupiah. Pemerintah pun berupaya meningkatkan ekspor guna mengimbangi keluarnya pasokan dolar AS. "Ekspor barang dan impornya defisit. Itu harus diatasi dulu," ujar Darmin.
Cadangan Devisa Bank Indonesia (Jan-Mei 2018)
Di satu sisi, ia mengapresiasi langkah Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan (BI 7Days Repo Rate) lebih dulu. Dengan begitu, instrumen investasi Indonesia tetap menarik di mata investor. Masuknya investasi asing ini akan membawa pasokan dolar AS, sehingga pelemahan rupiah bisa diminimalisir.
(Baca juga: BI Diminta Tak Buru-buru Merespons Risiko Kenaikan Agresif Bunga AS)
Hanya, ia meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuat kebijakan agar perbankan lebih efisien dalam mengelola keuangannya. "Maka kenaikan suku bunga itu tidak perlu otomatis mendorong naiknya tingkat bunga kredit (perbankan)," ujarnya.
Sementara, Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada pun berpendapat pergerakan rupiah pada pekan ini masih akan tertekan sentimen perang dagang antara AS dengan Tiongkok. Kondisi tersebut membuat pelaku pasar memilih untuk wait and see.
"Selain itu, tampaknya pasar belum terlalu merespons rencana Bank Indonesia untuk kembali menaikkan tingkat bunga acuannya pada pekan depan," katanya.