BI Diminta Tak Buru-buru Merespons Risiko Kenaikan Agresif Bunga AS
Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), baru saja menaikkan bunga acuan Fed Fund Rate sebesar 0,25% ke level 1,75-2%. Alhasil, jarak Fed Fund Rate dan bunga acuan BI 7 Days Repo Rate kembali melebar menjadi 2,5-2,75%. Adapun berdasarkan proyeksi terbaru, Fed Fund Rate berpeluang naik dua kali lagi tahun ini.
Meskipun Fed Fund Rate berpeluang naik agresif, Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasentiantono menilai Bank Indonesia (BI) tak perlu buru-buru merespons dengan mengerek lagi BI 7 Days Repo Rate yang saat ini berada di level 4,75%.
“Saya pikir yang terbaik ialah menunggu dulu respons pasar, baik domestik maupun global,” kata dia kepada Katadata.co.id, Kamis (14/6). (Baca juga: Kurs Rupiah Tersandera Dana Asing, Bunga Acuan Bisa Jadi Obat Mujarab?)
Ia berpendapat, bila nilai tukar rupiah kembali tertekan, misalnya ke atas Rp 14 ribu per dolar AS, baru perlu kenaikan bunga acuan BI 7 Days Repo Rate. Sejauh ini, ia pun menilai BI tak perlu mempercepat Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan yang dijadwalkan pada 27-28 Juni mendatang. “Jangan panik dulu, kita lihat dulu bagaimana “peta” terakhir,” kata dia.
Kenaikan lebih lanjut bakal membuat BI 7 Days Repo Rate berada di kisaran 5%. Adapun level ini dianggap Tony masih “affordable” meskipun bakal sedikit mengganggu pertumbuhan ekonomi. Tapi, menurut dia, BI tidak punya pilihan lain. Sebab, stabilitas nilai tukar rupiah merupakan prioritas tertinggi.
“Jika rupiah terpuruk, yang paling terkena adalah confidence/trust pelaku ekonomi, ini bahaya,” kata dia. Adapun tahun ini, ia memprediksi pertumbuhan ekonomi bakal berada di level 5,2%, meleset dari target 5,4%.
(Baca juga: Gubernur BI: Masih Ada Ruang Kenaikan Bunga Acuan)
Meski begitu, ia melihat kemungkinan dampak kenaikan dan proyeksi Fed Fund Rate terhadap pasar keuangan domestik dan nilai tukar rupiah tidak akan besar. Hal itu lantaran aktivitas pasar domestik yang libur seiring cuti panjang Lebaran.
“Kalau saat ini tidak libur, saya duga rupiah akan melemah. Kita masih punya beberapa hari ke depan untuk membuat pasar lebih rasional melihat situasi, tidak terlalu panik,” kata dia.
(Baca juga: Bursa Saham Asia Berguguran Setelah The Fed Kerek Bunga Acuan)
Adapun bursa saham Asia berguguran setelah kenaikan Fed Fund Rate. Indeks Kospi di Korea Selatan turun 1,84%, Nikkei dan Topix di Jepang turun masing-masing 0,99% dan 0,92%. Hang Seng di Hong Kong turun 0,93%, dan CSI 300 di Tiongkok turun 0,4%.
Secara umum, mayoritas indeks di pasar saham negara berkembang Asia Pasifik juga turun. Hal itu tercermin dari MSCI AC Asia Pacific yang terkoreksi 0,27%. Di sisi lain, mayoritas mata uang negara Asia terpantau menguat tipis terhadap dolar AS, kecuali baht Thailand dan peso Filipina yang melemah tipis masing-masing 0,04% dan 0,08%.
Penguatan paling besar dialami won Korea Selatan 0,28%, diikuti yen Jepang 0,1%, lalu rupe India, ringgit Malaysia, dan yuan Tiongkok sebesar kurang dari 0,1%.