Pusat Logistik Berikat Diperluas untuk E-Commerce hingga Minuman Keras
Pemerintah telah meluncurkan Pusat Logistik Berikat (PLB) generasi kedua yang merupakan pengembangan dari PLB generasi pertama. Tujuannya antara lain untuk mempercepat waktu bongkar muat (dwelling time) di pelabuhan, biaya logistik lebih murah, dan pengawasan lebih terpusat. Pengembangan baru PLB di antaranya untuk minuman keras (miras) dan e-commerce.
PLB adalah gudang logistik multifungsi untuk menimbun barang impor atau ekspor, dengan kemudahan fasilitas perpajakan berupa penundaan pembayaran bea masuk dan tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta menawarkan fleksibilitas operasional lainnya.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan masuknya miras dalam PLB lantaran selama ini distributor miras menimbun produknya di Singapura. Kemudian, distributor Indonesia mengambil miras dalam partai kecil dari sana untuk didistribusikan ke beberapa wilayah.
"Kami ingin penjualnya langsung datang ke Indonesia dalam partai besar kemudian kami sebarkan dan awasi bersama," kata Heru di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (4/2). (Baca juga: Kawasan Ekonomi Khusus Batam Terbentuk Paling Cepat 2020)
Secara rinci, pengembangan PLB dilakukan dengan menambah delapan jenis PLB yakni PLB untuk barang pokok seperti kedelai, gandum dan jagung; PLB hub cargo udara di Bandara Ngurah Rai, Bali; PLB finished goods yaitu miras di Jakarta, Surabaya, Bali dan Belawan.
Lalu, PLB e-commerce distribution center; PLB Barang Jadi; PLB Floating Storage di perairan Kepulauan Riau; PLB ekspor barang komoditas (timah) di Bangka Belitung, dan PLB Industri Kecil dan Menengah (IKM).
Heru menambahkan, pengembangan PLB dilakukan lantaran PLB generasi pertama telah memberikan berbagai manfaat di antaranya penurunan dwelling time, biaya penimbunan barang, dan biaya penelusuran teknis. "Ini juga untuk mengakomodasi tuntutan dan perkembangan ekonomi dunia, terutama di bidang e-commerce," ucapnya.
Ia pun menyebut sudah ada tujuh perusahaan yang berminat mengoperasikan PLB baru, yaitu Perum Bulog, Japfa, Cargill, Susu Fonterra, Asosiasi importir miras, Java Integrated Industrial Port and Estate (JIIPE) dan IdEA.
Sejauh ini, efisiensi biaya yang dihasilkan melalui pengembangan PLB yaitu penghematan sewa tempat penimbunan oleh importir alat berat yang mencapai US$ 5,1 juta per tahun, pemotongan biaya pengiriman (freight) dari satu pengguna PLB (dari 2-3 vessel menjadi hanya 1 vessel).
Kemudian, penghematan biaya penyimpanan barang sebesar Rp 7,18 juta/kontainer per tiga bulan, dan pemindahan tiga gudang dari Singapura ke Indonesia seluas 12.736 meter oleh importir alat berat.
Adapun PLB generasi pertama diklaim telah dimanfaatkan penuh atau full utilization. Persediaan (inventory) yang ditimbun di PLB mencapai USD 2,6 miliar dan persediaan ex Singapura yang ditimbun di PLB mencapai US$ 606 juta. PLB yang dimaksud tersebar di 75 lokasi dari Lhokseumawe, Aceh hingga Sorong, Papua dan dioperasikan oleh 55 pengusaha.
"Itu adalah inventory yang ditimbun seluruh perusahaaan logistik berikat yang barang-barangnya berasal terutama dari Singapura, China, Jepang, USA, Arab Saudi, Jerman, Malaysia, Kuwait, Inggris, India Argentina, Brasil, Finlandia," kata Heru.