BI: Satu Pekan Arus Keluar Dana Asing Capai Rp 11 Triliun

Desy Setyowati
11 Juli 2017, 11:15
dolar 1.jpg
KATADATA/ Arief Kamaludin

Bank Indonesia (BI) mencatat adanya arus keluar dana asing (capital outflow) dari pasar surat utang dan saham sebesar Rp 11 triliun sepanjang pekan pertama Juli ini. Investor asing diduga mulai mengantisipasi kenaikan lanjutan bunga dana bank sentral Amerika Serikat (AS) alias Fed Fund Rate.

"Kami melihat ada sedikit capital outflow di minggu pertama Juli. Ada Surat Berharga Negara (SBN) yang dijual kira-kira Rp 9 triliun dan dari pasar modal Rp 2 triliun," kata Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo usai Rapat Kerja terkait Anggaran Pendapat dan Belanja Negara (APBN) 2017 dengan Badan Anggaran (Banggar) di Gedung DPR, Jakarta, Senin (10/7). 

Agus menjelaskan, arus keluar terjadi lantaran investor asing melihat adanya peluang kenaikan kembali Fed Fund Rate dalam waktu dekat. Hal itu seiring dengan membaiknya perekonomian Negeri Paman Sam. Selain itu, pasar juga memantau rencana bank sentral AS untuk menurunkan neraca keuangannya. 

"BI melihat (kebijakan AS) ini tidak dilakukan secara spontan, tetapi dilakukan dengan komunikasi yang baik. Mereka menjanjikan itu gradual dan terukur, jadi kami melihat ini akan diterima oleh market (pasar) lebih dulu," ujar dia. (Baca juga: Dana Asing Terus Masuk, Rekor IHSG Nyaris Tembus 6.000)

Menurut dia, kebijakan bank sentral AS bukan hanya mempengaruhi pasar keuangan di Indonesia, tapi juga di negara-negara lainnya. Hal tersebut tampak dari banyaknya mata uang dunia yang nilai tukarnya melemah terhadap dolar AS.

"Semua mata uang negara-negara lain melemah. Bukan cuma Indonesia (rupiah) yang melemah," ujar dia. Adapun rupiah tercatat kembali mengalami pelemahan sejak pertengahan Juni lalu hingga kembali menembus level 13.400-an.

Seiring pelemahan yang terjadi, pemerintah pun mengubah asumsi nilai tukar rupiah dalam RAPBN-P 2017 dari Rp 13.300 menjadi Rp 13.400 per dolar AS tahun ini. Meski begitu, ia menjelaskan, bila dilihat sepanjang Januari hingga 7 Juli lalu, nilai tukar rupiah tercatat menguat 0,52 persen ke level 13.403. 

"Mungkin (mata uang) negara seperti Turki, Filipina, dan Brazil menunjukkan kondisi pelemahan. Tapi secara umum sampai 7 Juli 2017, rupiah menunjukkan penguatan 0,52 persen," tutur dia.

Penguatan rupiah tersebut dipengaruhi antara lain oleh keputusan lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor's (S&P) menaikkan peringkat utang pemerintah Indonesia menjadi layak investasi. Selain itu, kondisi makro ekonomi Indonesia yang terus menujukkan kondisi positif dan sentimen positif terhadap prospek ekonomi Indonesia.

Dalam kesempatan itu, Agus juga menekankan bahwa keluarnya dana asing bukan disebabkan oleh pelebaran defisit anggaran. Sebelumnya, pemerintah mengajukan pelebaran defisit anggaran sebesar Rp 67 triliun menjadi Rp 397,2 triliun atau 2,92 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017. Level defisit tersebut mendekati batas aman tiga persen.

"Kalau defisit pemerintah bilang bisa ke 2,9 persen, tapi akan dijaga dengan self blocking (penghematan anggaran). Itu semua confindence (percaya diri) tentang itu," kata Agus. Meski mengajukan pelebaran defisit hingga 2,92 persen namun pemerintah memprediksi defisit akan terkendali di level 2,67 persen lantaran penyerapan belanja tak pernah 100 persen.

Meski ada arus keluar, namun arus masuk dana asing masih lebih deras mengalir ke dalam negeri. Nominalnya sepanjang paruh pertama 2017 mencapai Rp 117 triliun, hampir mendekati realisasi sepanjang 2016 yang sebesar Rp 126 triliun. (Baca juga: Dorong IPO, Jokowi Targetkan Dana Masuk ke Bursa Saham Naik 100%)

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...